Bootstrap

Panggilan yang Berorientasi pada Kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 1:8)

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Garden 5315602 1280

Kitab Kisah Para Rasul dimulai dengan interaksi paska kebangkitan antara Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus mengajar murid-muridnya tentang “kerajaan Allah” (Kisah Para Rasul 1:3). Mereka menjawab dengan pertanyaan tentang didirikannya kerajaan sosio-politik, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah 1:6).[1] Tanggapan Yesus berhubungan erat dengan kehidupan kita sebagai pekerja.

Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. (Kisah 1:7-8)

Pertama, Yesus menghentikan keingintahuan para murid tentang jadwal rencana Allah. “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” (Kisah Para Rasul 1:7). Kita harus hidup dalam penantian akan kepenuhan kerajaan Allah, namun tidak dengan cara yang mempertanyakan kapan tepatnya waktu kedatangan Allah kembali di dalam Kristus. Kedua, Yesus tidak menyangkal bahwa Allah akan mendirikan kerajaan sosio-politik, yaitu “memulihkan kerajaan bagi Israel,” seperti yang diungkapkan dalam pertanyaan para murid.

Murid-murid Yesus semuanya menguasai Kitab Suci Israel. Mereka tahu bahwa kerajaan yang dilukiskan oleh para nabi bukanlah realita yang ada di dunia lain, melainkan kerajaan nyata yang penuh perdamaian dan keadilan di dunia yang diperbarui oleh kuasa Allah. Yesus tidak menyangkal realitas kerajaan yang akan datang ini, namun Dia memperluas batasan harapan para murid dengan memasukkan seluruh ciptaan ke dalam kerajaan yang diharapkan. Ini bukan sekedar kerajaan baru bagi wilayah Israel, tetapi “di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).

Penggenapan kerajaan ini belum terjadi (“pada saat ini”) tetapi kerajaan itu sudah ada di sini, di dunia ini.

Aku juga melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari surga, dari Allah ... Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata, ‘Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia’” (Wahyu 21:2-3).

Kerajaan surga datang ke bumi, dan Allah berdiam di sini, di dunia yang telah ditebus. Kenapa kerajaan itu belum ada di sini? Pengajaran Yesus menunjukkan bahwa sebagian dari jawabannya adalah karena murid-murid-Nya mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan. Pekerjaan manusia diperlukan untuk menyelesaikan ciptaan Allah bahkan di Taman Eden (Kejadian 2:5), namun pekerjaan kita menjadi cacat oleh Kejatuhan. Dalam Kisah Para Rasul 1 dan 2, Allah mengirimkan roh-Nya untuk memberdayakan pekerjaan manusia. “Tetapi kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku” (Kisah Para Rasul 1:8a). Yesus memberikan sebuah panggilan kepada para pengikut-Nya—bersaksi, dalam arti memberikan kesaksian tentang kuasa Roh Kudus dalam setiap bidang aktivitas manusia—yang penting bagi datangnya kerajaan. Karunia Roh Kudus dari Allah mengisi kesenjangan antara peran penting yang diberikan Allah pada pekerjaan manusia dan kemampuan kita untuk memenuhi peran tersebut. Untuk pertama kalinya sejak Kejatuhan, kerja kita memiliki kekuatan untuk berkontribusi dalam menggenapi kerajaan Allah pada saat Kristus datang kembali. Para ahli pada umumnya memandang Kisah Para Rasul 1:8 sebagai pernyataan terprogram bagi jilid kedua dari dua jilid tulisan Lukas ini.

Memang benar, keseluruhan kitab Kisah Para Rasul dapat dianggap sebagai suatu ekspresi panggilan Kristiani (yang terkadang terbata-bata) untuk memberikan kesaksian tentang Yesus yang bangkit. Namun memberikan kesaksian lebih dari sekedar menginjili. Kita tidak boleh salah mengira bahwa Yesus hanya berbicara tentang pekerjaan individual mengabarkan Injil kepada orang yang tidak percaya melalui perkataan. Sebaliknya, memberikan kesaksian tentang kerajaan yang akan datang terutama berarti hidup sekarang sesuai dengan prinsip-prinsip dan praktik kerajaan Allah. Kita akan melihat bahwa bentuk kesaksian Kristiani yang paling efektif seringkali—bahkan terutama—kehidupan bersama dalam komunitas ketika mereka menjalankan tugasnya.

Panggilan bersama Kristiani untuk bersaksi hanya mungkin terjadi melalui kuasa Roh Kudus. Roh mentransformasikan individu dan komunitas dengan cara-cara yang menyebabkan dinikmatinya hasil kerja manusia bersama-sama—terutama kekuasaan, sumber daya, dan pengaruh—dengan komunitas dan budaya sekitarnya. Komunitas bersaksi ketika yang kuat membantu yang lemah. Komunitas bersaksi ketika anggotanya menggunakan sumber daya mereka untuk memberi manfaat bagi masyarakat yang lebih luas. Komunitas bersaksi ketika masyarakat sekitar melihat bahwa bekerja dalam jalan keadilan, kebaikan, dan keindahan akan membawa pada kehidupan yang lebih utuh.

Lokasi-lokasi yang disebutkan Yesus mengungkapkan bahwa kesaksian para murid menempatkan mereka dalam bahaya sosial. Kelompok murid Yahudi Yesus diperintahkan untuk berbicara mewakili seseorang yang baru saja disalib karena dianggap musuh Kekaisaran Romawi dan penghujat Allah Israel. Mereka dipanggil untuk menjalankan panggilan ini di kota di mana guru mereka dibunuh, di antara orang Samaria—musuh etnis Yahudi berdasarkan sejarah—dan di wilayah jangkauan Kekaisaran Romawi.[2]

Pendeknya, Kisah Para Rasul dimulai dengan suatu panggilan pengarah yang memanggil para pengikut Yesus pada tugas utama bersaksi. Bersaksi berarti, di atas segalanya, hidup sesuai dengan cara kerajaan Allah yang akan datang. Seperti yang akan kita lihat sebentar lagi, elemen terpenting dalam hidup ini adalah kita bekerja terutama demi kebaikan orang lain. Panggilan ini dimungkinkan oleh kuasa Roh Kudus dan dilaksanakan tanpa mempedulikan hambatan sosial. Panggilan pengarah ini tidak merendahkan nilai kerja manusia atau kehidupan kerja para murid Yesus demi mewartakan Yesus hanya dengan perkataan. Sebaliknya, Kisah Para Rasul akan berargumen dengan tegas bahwa semua pekerjaan manusia dapat menjadi ekspresi mendasar dari kerajaan Allah.