Bootstrap

Yohanes dan Kerja

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
John bible commentary

Pengantar Kepada Injil Yohanes

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Kerja hadir di sepanjang Injil Yohanes. Hal ini dimulai dengan pekerjaan Mesias, yang merupakan agen Allah dalam penciptaan dunia. Karya penciptaan Kristus terjadi sebelum Kejatuhan, sebelum inkarnasi-Nya dalam wujud Yesus dari Nazaret, dan sebelum karya penebusan-Nya. Dia diutus oleh Allah untuk menjadi penebus dunia justru karena Dia sudah menjadi salah satu pencipta dunia. Karya penebusan-Nya bukanlah suatu tindakan baru, melainkan pemulihan dunia ke jalan yang seharusnya diambil. Ini adalah penggenapan janji penciptaan.

Kerja manusia merupakan bagian integral dari penggenapan ciptaan (Kejadian 2:5). Namun pekerjaan yang dilakukan manusia telah rusak, sehingga penebusan kerja merupakan bagian integral dari penebusan dunia oleh Mesias. Selama pelayanan-Nya di bumi, kita akan melihat bahwa pekerjaan yang Yesus lakukan bagi Bapa merupakan aspek integral dari kasih Bapa dan Anak terhadap satu sama lain. “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:10). Hal ini memberikan teladan bagi kerja manusia yang telah ditebus, yang juga dimaksudkan untuk memupuk kasih kita terhadap satu sama lain saat kita bekerja bersama dalam dunia Allah yang baik. Selain meneladankan pekerjaan yang baik, Yesus mengajarkan topik-topik di tempat kerja seperti panggilan, hubungan, kreativitas dan produktivitas, etika, kebenaran dan penipuan, kepemimpinan, pelayanan, pengorbanan dan penderitaan, serta martabat kerja.

Salah satu tujuan utama Yohanes adalah mengingatkan orang-orang bahwa memandang Yesus secara sepintas tidak akan ada gunanya. Mereka yang tetap berada bersama-Nya menemukan perumpamaan-perumpamaan-Nya yang sederhana membukakan cara baru dalam memandang dunia. Ini berlaku dalam pekerjaan dan hal-hal lainnya. Kata Yunani untuk “bekerja” (ergon) muncul lebih dari dua puluh lima kali dalam Injil, sedangkan istilah yang lebih umum untuk “melakukan” (poieō) muncul lebih dari seratus kali. Dalam kebanyakan kasus, kata-kata tersebut merujuk kepada pekerjaan Yesus untuk Bapa; namun bahkan ini pun ternyata mengandung janji bagi kerja manusia biasa. Kunci untuk memahami materi ini adalah bahwa diperlukan upaya untuk memahami apa yang dimaksud Injil Yohanes. Maknanya sering kali terletak lebih dalam daripada yang bisa diungkap oleh membaca sambil lalu. Oleh karena itu, kita akan mempelajari sejumlah bagian yang memiliki arti khusus bagi kerja, pekerja, dan tempat kerja. Kita akan melewatkan perikop-perikop yang tidak memberikan kontribusi penting terhadap topik kita.

erja hadir di sepanjang Injil Yohanes. Hal ini dimulai dengan pekerjaan Mesias, yang merupakan agen Allah dalam penciptaan dunia. Karya penciptaan Kristus terjadi sebelum Kejatuhan, sebelum inkarnasi-Nya dalam wujud Yesus dari Nazaret, dan sebelum karya penebusan-Nya. Dia diutus oleh Allah untuk menjadi penebus dunia justru karena Dia sudah menjadi salah satu pencipta dunia. Karya penebusan-Nya bukanlah suatu tindakan baru, melainkan pemulihan dunia ke jalan yang seharusnya diambil. Ini adalah penggenapan janji penciptaan.

Kerja manusia merupakan bagian integral dari penggenapan ciptaan (Kejadian 2:5). Namun pekerjaan yang dilakukan manusia telah rusak, sehingga penebusan kerja merupakan bagian integral dari penebusan dunia oleh Mesias. Selama pelayanan-Nya di bumi, kita akan melihat bahwa pekerjaan yang Yesus lakukan bagi Bapa merupakan aspek integral dari kasih Bapa dan Anak terhadap satu sama lain. “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:10). Hal ini memberikan teladan bagi kerja manusia yang telah ditebus, yang juga dimaksudkan untuk memupuk kasih kita terhadap satu sama lain saat kita bekerja bersama dalam dunia Allah yang baik. Selain meneladankan pekerjaan yang baik, Yesus mengajarkan topik-topik di tempat kerja seperti panggilan, hubungan, kreativitas dan produktivitas, etika, kebenaran dan penipuan, kepemimpinan, pelayanan, pengorbanan dan penderitaan, serta martabat kerja.

Salah satu tujuan utama Yohanes adalah mengingatkan orang-orang bahwa memandang Yesus secara sepintas tidak akan ada gunanya. Mereka yang tetap berada bersama-Nya menemukan perumpamaan-perumpamaan-Nya yang sederhana membukakan cara baru dalam memandang dunia. Ini berlaku dalam pekerjaan dan hal-hal lainnya. Kata Yunani untuk “bekerja” (ergon) muncul lebih dari dua puluh lima kali dalam Injil, sedangkan istilah yang lebih umum untuk “melakukan” (poieō) muncul lebih dari seratus kali. Dalam kebanyakan kasus, kata-kata tersebut merujuk kepada pekerjaan Yesus untuk Bapa; namun bahkan ini pun ternyata mengandung janji bagi kerja manusia biasa. Kunci untuk memahami materi ini adalah bahwa diperlukan upaya untuk memahami apa yang dimaksud Injil Yohanes. Maknanya sering kali terletak lebih dalam daripada yang bisa diungkap oleh membaca sambil lalu. Oleh karena itu, kita akan mempelajari sejumlah bagian yang memiliki arti khusus bagi kerja, pekerja, dan tempat kerja. Kita akan melewatkan perikop-perikop yang tidak memberikan kontribusi penting terhadap topik kita.

Pada mulanya adalah Firman (Yohanes 1:1-18)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” (Yohanes 1:1-3). Pembukaan Injil Yohanes yang megah menunjukkan kepada kita cakupan pekerjaan Firman yang tidak terbatas. Dialah ekspresi diri Allah yang definitif, yang melalui-Nya Allah menciptakan segala sesuatu pada mulanya. Dia membentangkan kosmos sebagai kanvas untuk mengekspresikan kemuliaan Allah.

Firman bekerja; dan karena pekerjaan-Nya dimulai sejak pada mulanya, maka semua kerja manusia selanjutnya berasal dari pekerjaan awal-Nya. Berasal bukanlah kata yang terlalu kuat, karena semua yang dikerjakan orang diciptakan oleh-Nya. Pekerjaan yang Allah lakukan dalam Kejadian 1 dan 2 dilakukan oleh Firman. Hal ini mungkin tampak terlalu bagus untuk ditekankan, namun banyak orang Kristen yang terus bekerja keras di bawah delusi bahwa Mesias baru mulai bekerja setelah segala sesuatunya menjadi tidak beres, dan bahwa pekerjaan-Nya terbatas pada penyelamatan jiwa-jiwa (yang tidak terlihat) untuk membawa mereka ke surga (yang tidak bersifat material). Begitu kita menyadari bahwa Mesias bekerja secara materi bersama Allah sejak mulanya, kita dapat menolak setiap teologi yang menyangkal penciptaan (dan dengan demikian merendahkan kerja).

Oleh karena itu kita perlu memperbaiki kesalahpahaman umum. Injil Yohanes tidak didasarkan pada suatu dikotomi spiritual versus material, atau sakral versus spiritual, atau dualisme lainnya. Injil ini tidak menggambarkan keselamatan sebagai pembebasan jiwa manusia dari belenggu tubuh materi. Sayangnya, filosofi dualistik seperti ini sangat umum di kalangan umat Kristiani. Para pendukungnya sering kali menggunakan bahasa Injil Yohanes untuk mendukung pandangan mereka. Benar bahwa Yohanes sering mencatat Yesus menggunakan kontras seperti terang/gelap (Yohanes 1:5; 3:19; 8:12; 11:9-10; 12:35-36), percaya/tidak percaya (Yohanes 3 :12-18; 4:46-54; 5:46-47; 10:25-30; 12:37-43; 14:10-11; 20:24-39) dan roh/daging (Yohanes 3:6 -7). Kontras-kontras ini menyoroti konflik antara jalan Allah dan jalan kejahatan. Namun mereka tidak membagi alam semesta menjadi dua sub-semesta. Tentu saja mereka tidak mengajak para pengikut Yesus untuk meninggalkan dunia “sekuler” demi memasuki dunia “spiritual”. Sebaliknya, Yesus menggunakan kontras ini untuk memanggil para pengikut-Nya agar menerima dan menggunakan kuasa roh Allah di dunia saat ini. Yesus menyatakan hal ini secara langsung dalam Yohanes 3:17, “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia.” Yesus datang untuk memulihkan dunia seperti yang Allah kehendaki, bukan untuk memimpin eksodus keluar dari dunia.

Jika diperlukan bukti lebih lanjut mengenai komitmen berkelanjutan Allah terhadap ciptaan, kita dapat membaca Yohanes 1:14, “Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita.” Inkarnasi bukanlah kemenangan roh atas daging, melainkan penggenapan dari tujuan daging diciptakan pada mulanya. Dan daging bukanlah basis tindakan yang bersifat sementara, namun tempat tinggal Firman yang permanen. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus mengundang Tomas dan yang lainnya untuk menyentuh daging-Nya (Yohanes 20:24-31) dan kemudian makan ikan sebagai sarapan bersama mereka (Yohanes 21:1-15). Di akhir Injil, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk menunggu “sampai Aku datang” (Yohanes 21:22-23, NIV), bukan “sampai Aku mengeluarkan kita semua dari sini.” Allah yang memusuhi, atau tidak tertarik pada dunia materi, kecil kecenderungannya untuk tinggal permanen di dalamnya. Jika dunia secara umum sangat dipedulikan Allah, maka masuk akal jika pekerjaan yang dilakukan dalam dunia tersebut juga berarti bagi-Nya.

Aku menyebut kamu sahabat (Yoh 1:35-51; Yoh 15:15)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Kita akan kembali ke istilah konvensional “murid-murid” sebentar lagi, namun istilah “sahabat” menangkap esensi dari gambaran Yohanes tentang para murid. “Aku menyebut kamu sahabat,” kata Yesus (Yohanes 15:15). Elemen relasional sangat penting: mereka adalah sahabat-sahabat Yesus yang pertama-tama dan terutama tetap berada di hadapan Yesus (Yohanes 1:35-39; 11:54; 15:4-11) Yohanes tampak berusaha keras untuk menjejalkan sebanyak mungkin orang di panggung bersama Yesus di pasal 1. Yohanes Pembaptis menunjukkan Yesus kepada Andreas dan seorang murid lainnya. Andreas mengajak saudaranya Simon. Filipus, yang berasal dari kota yang sama dengan Andreas dan Simon, mengajak Natanael. Ini bukan sekedar Yesus memajukan misi-Nya melalui jaringan hubungan antarpribadi. Menjalin jaringan hubungan adalah inti dari keseluruhan upaya-Nya.

Namun para murid bukan sekadar kumpulan teman yang menikmati pancaran persahabatan Yesus. Mereka juga pekerja-Nya. Mereka belum bekerja dengan cara yang jelas di pasal 1 (walaupun mengajak saudara dan tetangga adalah salah satu bentuk pekerjaan penginjilan), namun mereka akan bekerja. Memang benar, seperti yang akan kita lihat, justru hubungan antara persahabatan dan kerja inilah yang memegang kunci teologi kerja Yohanes. Pekerjaan membuahkan hasil sekaligus membangun hubungan, dan ini merupakan gaung lain dari Kejadian 2:18-22.

Air Menjadi Anggur pada Pernikahan di Kana (Yohanes 2:1-11)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

“Yang pertama dari tanda-tanda” Yesus (Yohanes 2:11), yaitu mengubah air menjadi anggur pada pesta pernikahan di Kana, meletakkan landasan untuk memahami tanda-tanda berikutnya. Ini bukan trik yang dilakukan di ruangan khusus untuk menarik perhatian kepada diri-Nya sendiri. Dia melakukannya dengan enggan, dan keajaiban itu bahkan tersembunyi dari pemimpin perjamuan. Yesus melakukan hal itu hanya karena kebutuhan manusia yang mendesak dan untuk memenuhi permintaan ibu-Nya. (Kehabisan anggur di pesta pernikahan akan menimbulkan rasa malu yang besar bagi pengantin wanita, pengantin lelaki, dan keluarga mereka, dan rasa malu itu akan bertahan lama dalam budaya desa di Kana.) Jauh berbeda dari penggerak yang tidak tersentuh (sebagaimana anggapan sebagian orang Yunani akan Allah), Yesus memperlihatkan diri-Nya sebagai Putra yang penuh kasih dan tanggap dari Bapa yang kekal dan ibu manusia yang terkasih.

Fakta bahwa Dia mengubah air menjadi anggur menunjukkan bahwa Dia serupa dengan Bapa, bukan saja dalam hal kasih, namun juga dalam kuasa-Nya atas ciptaan. Para pembaca Yohanes yang penuh perhatian tidak perlu heran bahwa Firman yang menjadikan segala sesuatu, yang kini menjadi manusia, mampu mendatangkan berkat materi bagi umat-Nya. Menyangkal bahwa Yesus dapat melakukan mukjizat berarti menyangkal bahwa Kristus ada bersama Allah pada mulanya. Mungkin yang paling mengejutkan adalah bahwa mukjizat yang tampaknya tidak direncanakan ini akhirnya menunjukkan tujuan akhir Yesus. Dia datang untuk menarik orang-orang ke pesta pernikahan Allah yang sempurna, di mana mereka akan bersantap bersama dengan sukacita bersama-Nya. Karya-karya Yesus yang luar biasa, yang dilakukan dengan hal-hal yang ada di tatanan dunia saat ini, merupakan berkat yang luar biasa di sini dan saat ini; dan hal-hal tersebut juga menunjukkan berkat-berkat yang lebih besar lagi di dunia yang akan datang.

Yesus Mengajar Nikodemus (Yohanes 3:1-21)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Diskusi Yesus dengan Nikodemus dan murid-murid-Nya menyimpan banyak sekali harta karun. Kita akan mulai dengan sebuah ayat yang memiliki implikasi mendalam terhadap pekerjaan manusia. “Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya” (Yohanes 3:35). Meskipun konteks langsungnya menekankan fakta bahwa Sang Anak menyampaikan perkataan Bapa, bagian selanjutnya dari Injil memperjelas bahwa “segala sesuatu” benar-benar berarti “segala sesuatu”. Allah telah memberi wewenang kepada Mesias-Nya untuk menciptakan segala sesuatu, Allah memelihara segala sesuatu melalui Dia, dan Allah akan membawa segala sesuatu ke tujuan yang telah ditetapkan melalui Dia.

Bagian ini menegaskan kembali apa yang kita pelajari dalam bagian pendahuluan: Bapa melibatkan Anak dalam pendirian dan pemeliharaan dunia. Yang baru adalah pengungkapan mengapa Bapa memilih untuk menyertakan Anak, dibandingkan menciptakan sendiri. Itu adalah Tindakan kasih. Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada Anak dengan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya, dimulai dengan tindakan penciptaan. Dunia adalah “hasil kerja penuh kasih” dalam arti yang sebenar-benarnya. Pekerjaan pasti menjadi sesuatu yang lebih indah dari yang biasa kita nilai, jika menambahkan beban kerja seseorang merupakan suatu Tindakan kasih. Kita akan mengembangkan gagasan penting ini lebih lanjut ketika kita melihat Yesus beraksi di sepanjang sisa Injil.

Namun pasal tiga tidak hanya menegaskan kembali bagaimana Firman itu menjadi manusia. Pasal ini juga menggambarkan proses sebaliknya, bagaimana daging manusia dapat dipenuhi dengan roh Allah. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5). Kita menerima Roh Allah (“masuk ke dalam kerajaan-Nya”) melalui suatu bentuk kelahiran. Kelahiran adalah sebuah proses yang terjadi di dalam daging. Ketika kita menjadi benar-benar rohani, kita tidak melepaskan kedagingan kita dan memasuki keadaan non-materi. Sebaliknya, kita dilahirkan dengan lebih sempurna – dilahirkan “dari atas” (Yohanes 3:3) – ke dalam kesatuan Roh dan daging, seperti Yesus sendiri.

Dalam diskusinya dengan Nikodemus, Yesus mengatakan bahwa mereka yang dilahirkan dari atas akan “datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah” (Yohanes 3:21). Kemudian Dia menggunakan metafora berjalan dalam terang untuk menggambarkan gagasan yang sama (Yohanes 8:12; 11:9-10; 12:35-36). Hal ini mempunyai implikasi etis yang penting terhadap pekerjaan. Jika kita melakukan semua pekerjaan kita secara terbuka, kita memiliki alat yang ampuh untuk tetap setia pada etika kerajaan Allah. Namun jika kita mendapati diri kita menyembunyikan atau menyamarkan pekerjaan kita, ini sering kali merupakan indikasi kuat bahwa kita mengikuti jalur yang tidak etis. Ini bukanlah peraturan yang tidak dapat diubah, karena Yesus sendiri terkadang bertindak secara rahasia (Yohanes 7:10), begitu pula para pengikut-Nya, seperti Yusuf dari Arimatea (Yohanes 19:38). Tapi setidaknya kita bisa bertanya, “Siapa sebenarnya yang dilindungi oleh kerahasiaan saya?”

Misalnya, pertimbangkan seorang lelaki yang memimpin bisnis misi di Afrika yang membuat perahu untuk digunakan di Danau Victoria. Ia berkata bahwa ia sering didekati oleh pejabat setempat yang ingin ia membayar suap. Permintaan itu selalu dibuat secara rahasia. Ini bukan pembayaran terbuka dan terdokumentasi, seperti halnya tip atau biaya percepatan layanan. Tidak ada kuitansi dan transaksinya tidak dicatat dimanapun. Ia menggunakan Yohanes 3:20-21 sebagai inspirasi untuk mengungkap permohonan ini. Ia akan berkata kepada pejabat yang meminta suap, “Saya tidak tahu banyak tentang pembayaran semacam ini. Saya ingin bertemu dengan duta besar, atau manajemen, untuk mendokumentasikan hal ini.” Ia mendapati ini sebagai strategi yang berguna dalam menangani suap.

Penting untuk dipahami bahwa metafora berjalan dalam terang bukanlah aturan yang berlaku umum. Konfidensialitas dan kerahasiaan dapat memiliki tempat yang layak dalam pekerjaan, seperti dalam masalah personalia, privasi online, atau rahasia dagang. Namun meskipun kita menghadapi informasi yang tidak boleh dipublikasikan, kita jarang perlu bertindak tanpa mengetahui apa-apa sama sekali. Jika kita menyembunyikan tindakan kita dari orang lain di departemen kita atau dari orang yang memiliki kepentingan sah, atau jika kita malu melihatnya ditampilkan di berita, maka kita mungkin mempunyai indikasi yang kuat bahwa kita bertindak tidak etis.

Yesus dan Perempuan Samaria di Sumur (Yohanes 4)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Kisah perempuan di sumur (Yohanes 4:1-40) memiliki banyak pembahasan langsung mengenai kerja manusia seperti kisah mana pun dalam Injil Yohanes; tapi kita harus menggalinya dalam-dalam untuk merasakan semuanya. Banyak orang Kristen yang tahu dengan baik tentang ketidakmampuan wanita itu untuk beralih dari pekerjaan menimba air sehari-hari saat mendengar pernyataan Yesus tentang kuasa firman-Nya untuk memberi kehidupan. Motif ini meresap dalam Injil: orang banyak berulang kali menunjukkan ketidakmampuan untuk keluar dari permasalahan sehari-hari dan mengatasi aspek spiritual kehidupan. Mereka tidak bisa melihat bagaimana Yesus dapat menawarkan tubuh-Nya sebagai roti (Yohanes 6:51-61). Mereka pikir mereka tahu dari mana Dia berasal (Nazareth, Yohanes 1:45), namun mereka gagal untuk melihat dari mana Dia sebenarnya berasal (surga); dan mereka sama tidak tahunya ke mana Dia pergi (Yohanes 14:1-6).

Semua ini tentu relevan untuk berpikir tentang kerja. Apa pun yang kita pikirkan tentang kebaikan hakiki dari persediaan air yang stabil (dan setiap minuman yang kita minum menegaskan bahwa ini memang merupakan hal yang baik!), kisah ini jelas memberi tahu kita bahwa air fisik saja tidak dapat memberi kita kehidupan kekal. Selain itu, sangat mudah bagi orang-orang Barat modern untuk melupakan betapa membosankannya pekerjaan sehari-hari perempuan itu, dan menganggap keengganan perempuan tersebut mengambil air hanya karena kemalasan. Namun kutukan terhadap kerja (Kejadian 3:14-19) sangat berdampak, dan dapat dimaafkan jika ia menginginkan sistem kerja yang lebih efisien.

Namun, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa Yesus datang untuk membebaskan kita dari pekerjaan di dunia material yang kotor sehingga kita dapat mandi dalam air tenang rohani yang agung. Pertama-tama kita harus, seperti biasa, mengingat sifat komprehensif pekerjaan Kristus seperti yang digambarkan dalam Yohanes 1: Mesias menciptakan air di dalam sumur itu, dan Dia menjadikannya baik. Jika Dia kemudian menggunakan air tersebut untuk menggambarkan dinamika pekerjaan Roh Kudus di dalam hati para calon orang percaya, maka hal ini dapat dilihat sebagai suatu hal yang memuliakan air tersebut dan bukan merendahkannya. Fakta bahwa kita pertama-tama memperhitungkan Sang Pencipta, kemudian ciptaan, bukanlah meremehkan ciptaan, terutama karena salah satu fungsi ciptaan adalah untuk mengarahkan kita kepada Sang Pencipta.

Kita melihat hal serupa setelah kisah ini, ketika Yesus menggunakan menuai sebagai metafora untuk membantu para murid memahami misi mereka di dunia:

“Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita” (Yohanes 4:35-36).

Selain memberikan berkat nyata dalam bentuk makanan sehari-hari yang diperintahkan untuk kita doakan, pekerjaan pertanian juga dapat berfungsi sebagai cara untuk memahami kemajuan kerajaan Allah.

Lebih dari itu, Yesus secara langsung mengagungkan kerja dalam perikop ini. Pertama-tama kita mempunyai pernyataan, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. [Yun., ergon]” (Yohanes 4:34). Perlu dicatat bahwa kemunculan pertama kata Yunani ergon dalam Alkitab [1] terjadi dalam Kejadian 2:2. “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu [Yun., “pekerjaan yang dibuat-Nya,” erga] yang telah Dia lakukan, dan Dia beristirahat pada hari ketujuh dari semua pekerjaan yang telah Dia lakukan [sekali lagi, “pekerjaan yang dibuat-Nya,” erga dalam bahasa Yun.].” Meskipun kita tidak dapat memastikan bahwa Yesus sedang menyinggung ayat dalam Kejadian ini, hal ini masuk akal jika kita mengingat seluruh bagian Injil ini mengartikan “pekerjaan Allah” dalam Yohanes 4:34 sebagai pemulihan menyeluruh atau penyelesaian pekerjaan yang telah Allah lakukan pada awalnya.

Ada sesuatu yang lebih halus yang terjadi di sini juga. Dalam Yohanes 4:38, Yesus membuat pernyataan yang agak samar, “Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.” Dia merujuk pada fakta bahwa para murid mempunyai ladang berupa banyak orang Samaria yang siap dipanen bagi kerajaan Allah, asalkan mereka mau membuka mata mereka terhadap peluang tersebut. Namun siapakah “orang-orang lain” yang telah melakukan “usaha” tersebut? Yang mengejutkan, sebagian dari jawabannya tampaknya adalah wanita di tepi sumur, yang lebih dikenang karena kelambanan rohaninya dibandingkan dengan kesaksiannya yang efektif tentang Yesus setelah itu. “Banyak orang Samaria dari kota percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: "Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat” (Yohanes 4:39). Para murid hanya akan menuai apa yang telah perempuan itu tabur. Namun masih ada pekerja lain di sini: Kristus sendiri. Kembali ke awal cerita, kita membaca bahwa Yesus “sangat letih” dalam perjalanan-Nya. Terjemahan yang lebih harafiahnya adalah bahwa Yesus “bekerja keras” dalam perjalanan-Nya. Kata yang diterjemahkan “sangat letih” adalah kekopiakōs, yang secara harafiah berarti “bekerja keras”. Ini memiliki akar kata yang sama yang muncul dalam Yohanes 4:38 (dan tidak ada dalam Injil Yohanes lainnya), “… tidak kamu usahakan [kekopiakate] … orang-orang lain berusaha [kekopiakasin] … kamu datang memetik hasil usaha mereka [kopon]…” Sebenarnya, Yesus bekerja keras dalam perjalanan-Nya di Samaria. Ladang Samaria sudah siap untuk dipanen, sebagian karena Kristus telah bekerja di sana. Apapun pekerjaan yang kita lakukan sebagai pengikut Kristus dipenuhi dengan kemuliaan Allah, karena Kristus telah mengerjakan ladang yang sama untuk mempersiapkannya bagi kita.

Seperti yang telah kita lihat, karya penebusan Kristus setelah Kejatuhan serupa dengan karya kreatif/produktif-Nya sejak awal zaman. Demikian pula karya penebusan para pengikut-Nya berada dalam lingkup yang sama dengan karya kreatif/produktif mereka yang dilambangkan dengan ibu rumah tangga menimba air dan petani menuai hasil.

Penginjilan adalah salah satu dari banyak bentuk pekerjaan manusia, tidak lebih tinggi atau lebih rendah daripada pekerjaan rumah tangga atau bertani. Ini adalah bentuk pekerjaan yang khas, dan tidak ada hal lain yang bisa menggantikannya. Hal yang sama juga berlaku untuk mengambil air dan memanen biji-bijian. Penginjilan tidak menggantikan pekerjaan kreatif/produktif sebagai satu-satunya aktivitas manusia yang benar-benar bernilai, terutama karena pekerjaan apa pun yang dilakukan dengan baik oleh umat Kristiani merupakan kesaksian akan kuasa pembaharuan dari Sang Pencipta.

Yesus Menyembuhkan pada Hari Sabat (Yohanes 5)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Penyembuhan oramhdi kolam Betsaida memunculkan kontroversi yang akrab dengan Injil Matius, Markus, dan Lukas: kegemaran Yesus untuk menyembuhkan pada hari Sabat. Walaupun kontroversi ini bukan sesuatu yang asing, pembelaan diri Yesus memiliki sudut yang agak berbeda. Argumen-Nya yang panjang dirangkum dengan jelas dalam Yohanes 5:17, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Prinsipnya jelas. Allah tetap melakukan penciptaan bahkan pada hari Sabat, dan karenanya Yesus, yang juga memiliki identitas ilahi, diizinkan untuk melakukan hal yang sama. Yesus hampir pasti bukan satu-satunya yang berargumen bahwa Allah bekerja pada hari Sabat, namun deduksi-Nya tentang membenarkan pekerjaan-Nya sangatlah unik.

Sebagai akibatnya, kita tidak dapat menggunakan cerita ini untuk menyimpulkan pantas atau tidak pantasnya kita bekerja pada hari Sabat. Kita mungkin melakukan pekerjaan Allah, namun kita tidak memiliki identitas ilahi seperti Kristus. Pekerjaan manusia yang mempunyai konsekuensi hidup atau mati—pertahanan diri secara militer (1 Makabe 2:41) atau menarik seekor binatang dari selokan—telah diterima sebagai hal yang sah pada hari Sabat. Penyembuhan itu sendiri tidak dipertanyakan dalam episode ini, meskipun orang tersebut tidak rugi seandainya Yesus menunggu hingga hari Minggu untuk menyembuhkannya. Sebaliknya, Yesus dikritik karena mengizinkannya mengangkat tikar—suatu bentuk pekerjaan, menurut Hukum Yahudi—pada hari Sabat. Apakah ini berarti Yesus mengizinkan kita berkendara untuk berlibur pada hari Sabat? Terbang pada hari Minggu ke pertemuan bisnis yang dimulai pada Senin pagi? Mengoperasikan pabrik pengecoran secara kontinyu 24/7/365? Tidak ada petunjuk di sini bahwa Yesus hanya memperluas daftar kegiatan yang diperbolehkan pada hari Sabat. Sebaliknya, marilah kita menerapkan tema yang ada dalam Injil Yohanes—kerja yang memelihara dan menebus ciptaan (materi atau rohani) dan berkontribusi pada hubungan yang lebih dekat dengan Allah dan manusia adalah hal yang pantas dilakukan pada hari Sabat. Apakah suatu pekerjaan tertentu memenuhi deskripsi ini harus dipikirkan baik-baik oleh orang yang terlibat. Untuk informasi lebih lanjut mengenai topik ini, lihat "Matius 12:1-8" dalam Matius dan Kerja, "Markus 1:21-45" dan "Markus 2:23-3:6" dalam Markus dan Kerja, dan "Lukas 6:1-11; 13:10-17" dalam Lukas dan Kerja dan artikel Istirahat dan Bekerja di www.theologyofwork.org.

Pelajaran yang lebih jelas dan penting bagi kita dari narasi ini adalah bahwa Allah masih bekerja untuk memeliharakan ciptaan yang ada saat ini, dan Yesus melanjutkan pekerjaan itu dalam pelayanan penyembuhan-Nya. Tanda-tanda yang Yesus berikan pada satu tingkat merupakan terobosan dalam dunia baru. Mereka mendemonstrasikan “kuasa-kuasa dunia yang akan datang” (Ibrani 6:5). Pada saat yang sama, mereka juga merupakan pemeliharaan dunia yang terjadi saat ini. Tampaknya sangat tepat untuk melihat ini sebagai paradigma untuk berbagai pekerjaan kita. Saat kita bertindak dengan iman untuk memulihkan apa yang telah rusak (sebagai dokter, perawat, montir mobil, dan lain sebagainya), kita mengajak masyarakat mengingat kebaikan Allah Sang Pencipta. Saat kita bertindak dengan iman untuk mengembangkan kapasitas ciptaan (sebagai programer, guru, seniman, dan sebagainya), kita mengajak masyarakat merenungkan kebaikan dari kuasa Allah berikan kepada umat manusia atas dunia. Pekerjaan penebusan dan pekerjaan penciptaan/produksi, yang dilakukan dengan iman, keduanya menunjukkan rasa percaya kita kepada Allah dari sekarang, dulu, dan yang akan datang. Allah menciptakan segala sesuatu melalui Kristus, memulihkan semuanya ke maksud semula melalui Kristus, dan akan membawanya ke tujuan yang telah ditetapkan melalui Kristus.

Yesus Roti Hidup (Yohanes 6)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Kisah Yohanes tentang memberi makan lima ribu orang (Yohanes 6:1-15) menggemakan banyak tema yang kita lihat dalam pesta pernikahan di Kana dan penyembuhan orang lumpuh. Sekali lagi, Yesus bekerja untuk menopang kehidupan di dunia saat ini, bahkan ketika tandanya menunjuk pada kehidupan tertinggi yang hanya dapat ditawarkan oleh Dia. Namun Yohanes 6:27-29 memberikan tantangan tersendiri bagi teologi kerja:

“Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang telah dimeteraikan Allah Bapa." Lalu kata mereka kepada-Nya, "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus kepada mereka, "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."

Jika kita membaca sekilas, setidaknya ada dua persoalan utama yang terungkap: pertama, Yesus tampaknya mengeluarkan perintah langsung untuk tidak bekerja; dan kedua, Dia tampaknya mereduksi bahkan bekerja bagi Allah kepada mempercayai-Nya saja.

Masalah pertama adalah masalah konteks. Seluruh ayat Kitab Suci, seperti halnya semua komunikasi, harus dilihat dalam konteksnya. Persoalan dalam Yohanes 6 adalah bahwa orang-orang ingin tetap mempertahankan Yesus untuk melayani sebagai Tukang Roti Ajaib, yang akan memastikan agar roti selalu ada. Jadi ketika Yesus berkata, “Kamu mencari Aku bukan karena kamu melihat tanda-tanda, tetapi karena kamu telah makan roti itu dan kenyang” (Yohanes 6:26), Dia menegur kepicikan rohani mereka. Mereka makan roti, tetapi mereka tidak dapat melihat apa arti dari tanda itu.

Salah satu cara untuk memahami apa yang Yesus katakan selanjutnya adalah dengan mengenalinya sebagai pelajaran yang sama yang kita pelajari di pasal 4. Kehidupan kekal bukan berasal dari persediaan makanan yang tidak ada habisnya, tetapi dari Firman hidup yang keluar dari mulut Allah. Yesus menghentikan pekerjaan pendahuluan (menyajikan roti) ketika pekerjaan tersebut tidak lagi menghasilkan produk akhir yang diinginkan (hubungan dengan Allah). Pekerja yang kompeten mana pun akan melakukan hal yang sama. Jika menambahkan lebih banyak garam tidak lagi membuat sup terasa lebih enak, juru masak yang baik akan berhenti menambahkan garam. Yesus tidak memaksudkan “berhenti bekerja,” namun berhenti bekerja untuk mendapatkan lebih banyak barang (makanan) jika itu bukan yang Anda butuhkan. Hal ini mungkin terdengar terlalu jelas sehingga tidak diperlukan Firman Allah untuk menyampaikannya kepada kita, namun siapa di antara kita yang tidak perlu mendengar kebenaran itu lagi saat ini? Larangan nyata terhadap bekerja demi keuntungan yang sementara merupakan ekspresi hiperbolik yang dirancang untuk berfokus pada perbaikan hubungan orang banyak dengan Allah.

Selain itu kita bisa bertanya, “Apa perbedaan antara makanan yang dapat binasa dan makanan yang bertahan untuk hidup yang kekal?” Menurut Yesus, makanan yang binasa adalah makanan yang hanya mengenyangkan. Memenuhi kebutuhan mendesak, tapi tidak lebih dari itu. Jika diterapkan di tempat kerja, hal ini bisa berarti bekerja hanya demi mendapatkan gaji, tanpa mempedulikan nilai pekerjaan itu sendiri. Sebaliknya, bekerja untuk mendapatkan makanan yang bertahan untuk kehidupan kekal, dianalogikan dengan bekerja untuk mencapai tujuan Allah.

Mengenai isu tentang tujuan Allah dalam bekerja yang direduksi menjadi sekedar percaya, hal ini harus dilihat dengan latar belakang keseluruhan Injil dan teologi surat-surat Yohanes. John senang mendorong segala sesuatunya secara ekstrem. Di satu sisi, pandangannya yang tinggi terhadap kedaulatan Allah dan kuasa kreatif-Nya menuntunnya untuk menjunjung tinggi ketergantungan yang rendah hati kepada Allah, seperti yang kita lihat dalam bab ini. Pekerjaan Allah demi kita tidak terbatas—kita hanya perlu percaya kepada-Nya dan menerima pekerjaan Allah di dalam Kristus. Di sisi lain, Yesus juga mampu menekankan ketaatan aktif kita. “Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yohanes 2:6), dan lagi, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya” (1 Yohanes 5:3 ). Kita mungkin menggabungkan kedua ekstrem ini dengan ungkapan Paulus, “percaya dan taat” (Roma 1:5), atau Yakobus 2:18, “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” Dengan kata lain, menurut Alkitab, iman percaya bukanlah sekadar kesepakatan intelektual, namun mencakup tindakan yang setia. Beriman kepada yang diutus Allah bukan semata-mata berarti menyetujui bahwa Yesus adalah Anak Allah, tetapi juga mengikut Yesus dengan melakukan pekerjaan baik yang Allah kehendaki bagi kita.

Yesus Menyembuhkan Seorang yang Buta Sejak Lahir (Yohanes 9)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Yesus dan murid-murid-Nya melihat seorang lelaki yang terlahir buta (seluruh pasal 9). Para murid memandangnya sebagai pelajaran atau studi kasus tentang sumber-sumber dosa. Yesus memandangnya dengan penuh belas kasihan dan berupaya memperbaiki kondisinya. Metode penyembuhan Kristus yang tidak biasa dan tindakan selanjutnya dari orang yang tidak lagi buta itu, sekali lagi menunjukkan bahwa dunia yang terdiri dari daging dan tulang – dan lumpur – adalah tempat kerajaan Allah. Metode yang Yesus lakukan – mencampurkan ludah dengan tanah dan meletakkannya di mata orang itu– bukanlah suatu kegilaan, namun merupakan gema penuh perhitungan dari penciptaan umat manusia (Kejadian 2:7). Dalam tradisi Alkitab dan Yunani, lumpur (pēlos) digunakan untuk menggambarkan manusia terbuat dari apa. Perhatikan, misalnya, Ayub 10:9, “Ingatlah bahwa Engkau yang membuat aku dari tanah liat; tetapi Engkau hendak menjadikan aku debu kembal?"[1]

Pengorbanan Yesus (Yohanes 10-12)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Saat Yesus mendekat ke Yerusalem untuk terakhir kalinya, Dia melakukan tanda terbesar-Nya—dibangkitkannya Lazarus di Betania (Yohanes 11:1-44). Penentang-penentang Yesus, yang telah mencoba merajam-Nya (Yohanes 8:59; 10:31), memutuskan bahwa Yesus dan Lazarus harus pergi. Dengan kematian-Nya yang menjelang, Yesus berbicara tentang salib dengan cara yang paradoks. Dia menggunakan bahasa yang kelihatannya merupakan bahasa yang mengagungkan, dengan mengatakan bahwa Dia akan ”diangkat” dan menarik semua orang kepada diri-Nya sendiri. Namun Yohanes menjelaskan dalam catatan selanjutnya bahwa ini merujuk pada “ditinggikan” di salib. Apakah ini hanya permainan kata-kata? Sama sekali tidak. Seperti yang ditunjukkan oleh Richard Bauckham, melalui karya pengorbanan diri yang tertinggi di kayu salib itulah Yesus mengungkapkan sepenuhnya bahwa Dia memang Anak Allah yang dimuliakan. “Karena Allah adalah Allah dalam pemberian diri-Nya yang penuh kemurahan, maka dapat kita katakana bahwa identitas Allah bukan hanya disingkapkan tetapi diberlakukan dalam peristiwa keselamatan bagi dunia yang dicapai melalui pelayanan dan penghinaan diri terhadap Anak-Nya.”[1]

Pengorbanan diri Yesus yang akan tiba akan menimbulkan banyak kerugian. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan kematian-Nya, namun juga rasa sakit dan kehausan yang menyiksa (Yohanes 19:28). Dia akan sangat sedih melihat murid-murid-Nya (kecuali Yohanes) meninggalkan Dia dan ibu-Nya kehilangan-Nya (Yohanes 19:26-27). Dia akan dipermalukan karena disalahpahami dan disalahkan (Yohanes 18:19-24). Kerugian-kerugian ini tidak dapat dihindari jika Dia ingin melakukan pekerjaan yang Allah tetapkan bagi-Nya. Dunia tidak mungkin ada tanpa karya Kristus pada mulanya. Dunia tidak dapat dipulihkan kepada maksud Allah tanpa karya Kristus di kayu salib.

Pekerjaan kita mungkin juga menuntut kerugian-kerugian yang tidak wajar bagi kita, namun tidak dapat dihindari jika kita ingin menyelesaikannya. Yesus bekerja untuk memberikan kehidupan sejati kepada orang lain. Sejauh kita menggunakan pekerjaan kita sebagai forum untuk mengagungkan diri sendiri, kita menyimpang dari pola yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus bagi kita. Apakah Yesus mengakui bahwa pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain mempunyai konsekuensi yang tidak dapat dihindari? Mungkin begitu. Para dokter mendapatkan gaji yang besar dengan menyembuhkan orang (setidaknya di dunia Barat modern) namun menanggung beban rasa sakit yang tidak dapat dihindari karena menyaksikan penderitaan pasiennya. Tukang pipa mendapatkan tarif per jam yang patut dicemburui, tetapi mereka juga belepotan kotoran dari waktu ke waktu. Pejabat terpilih bekerja demi keadilan dan kemakmuran bagi warganya, namun seperti Yesus, mereka menanggung kesedihan karena mengetahui, “orang-orang miskin selalu ada bersama kamu” (Yohanes 12:8). Di masing-masing profesi ini, mungkin ada cara untuk menghindari penderitaan bersama orang lain—meminimalkan interaksi dengan pasien yang tidak diberi obat penenang; memperbaiki pipa hanya di rumah-rumah baru yang tidak kotor; atau mengeraskan hati kita terhadap orang-orang yang paling rentan dalam masyarakat. Apakah melakukan hal itu berarti mengikuti pola Yesus? Meskipun kita sering berbicara tentang kerja sebagai cara mencari nafkah, setiap pekerja yang penuh kasih juga mengalami pekerjaan sebagaimana Anda mengalami patah hati. Dengan cara ini, kita bekerja seperti Yesus.

Kepemimpinan yang Melayani (Yohanes 13:1-20)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Sampai di sini dalam Yohanes, kita telah melihat Yesus melakukan pekerjaan yang belum pernah dilakukan siapa pun sebelumnya – membuat air menjadi anggur, memulihkan penglihatan orang buta, membangkitkan orang mati. Sekarang Dia melakukan apa yang hampir semua orang bisa lakukan, tapi hanya sedikit orang yang mau melakukannya. Dia mencuci kaki. Sang Raja melakukan pekerjaan seorang budak.

Dengan melakukan hal ini, Yesus memunculkan pertanyaan yang telah mengikuti kita sepanjang Injil Yohanes—sejauh mana pekerjaan Yesus menjadi teladan bagi pekerjaan kita sendiri? Akan mudah untuk menjawab, “Tidak sama sekali.” Tak satu pun dari kita adalah Tuhan. Tidak seorang pun di antara kita yang mati demi dosa dunia. Namun ketika Dia membasuh kaki para murid, Yesus secara eksplisit memberi tahu mereka – dan juga kita – bahwa kita harus mengikuti teladan-Nya. “Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu” (Yohanes 13:14-15). Yesus adalah teladan yang harus kita ikuti, sejauh yang kita mampu lakukan.

Sikap pelayanan yang rendah hati ini hendaknya menyertai semua yang kita lakukan. Jika CEO masuk ke bagian produksi, maka seharusnya ia seolah-olah datang untuk mencuci kaki pekerja perakitan. Demikian pula, petugas SPBU seharusnya membersihkan lantai kamar mandi seolah-olah sedang mencuci kaki para pengendara. Ini bukan soal tindakan melainkan sikap. Baik CEO maupun petugas pompa bensin mungkin dapat melayani masyarakat dengan lebih baik melalui aktivitas lain selain mencuci kaki, meskipun karyawan atau pelanggannya bersedia. Namun mereka harus melihat diri mereka sendiri melakukan pelayanan dengan rendah hati. Yesus, guru yang dipenuhi Roh yang memerintah seluruh kosmos, dengan sengaja melakukan tindakan nyata pelayanan rendahan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi sikap kebiasaan umat-Nya. Dengan melakukan hal ini, Dia meninggikan martabat tindakan pelayanan yang rendah hati dan menuntut hal yang sama dari para pengikut-Nya. Mengapa? Karena dengan melakukan hal ini kita secara nyata berhadapan dengan kenyataan bahwa pekerjaan yang saleh dilakukan demi kepentingan orang lain, bukan hanya untuk kepuasan diri kita sendiri.

Konsep kepemimpinan yang melayani telah mendapat perhatian luas dalam dunia bisnis dan pemerintahan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini muncul tidak hanya dalam Injil Yohanes tetapi juga di banyak bagian Alkitab.[1]

Kata-kata Perpisahan: Percakapan di Ruang Atas (Yohanes 14-17)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Bab 13 sampai 17, sering disebut Percakapan di Ruang Atas, berisi begitu banyak teologi yang mendalam sehingga kita hanya dapat menyentuh beberapa poin penting saja. Untuk tujuan ini, kami secara khusus tertarik untuk mempelajari pasal 14 sampai 17. Penting untuk menyadari bahwa kata-kata Yesus bukanlah ceramah yang tanpa emosi. Dia berduka memikirkan murid-murid yang Dia kasihi, dan yang harus segera Dia tinggalkan, dan kata-kata-Nya dirancang terutama untuk menghibur mereka dalam kesusahan mereka.

Pentingnya Hubungan di Tempat Kerja (Yohanes 14-17)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Penekanan pada hubungan pribadi mewarnai teologi bab-bab ini. Yesus menyebut murid-murid-Nya “tidak [menyebut kamu] lagi hamba … tetapi Aku menyebut kamu sahabat” (Yohanes 15:15, NASB). Mereka bekerja bagi-Nya, namun dalam semangat persahabatan dan kolegialitas. Istilah ini jika digunakan dalam pengertian yang sepenuhnya, merupakan suatu bisnis keluarga. Kerja dan hubungan yang terjadi di dalamnya saling terkait, karena Yesus tidak bekerja sendiri. “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:10-11). Para murid juga tidak akan ditinggalkan bagai anak yatim piatu yang harus mengurus dunia sebaik mungkin (Yohanes 14:18). Melalui Roh, Yesus akan menyertai mereka, dan mereka akan melakukan hal yang sama seperti yang telah Dia lakukan (Yohanes 14:12).

Ini lebih dalam dari yang terlihat. Bukan hanya sekedar setelah Yesus wafat, para murid/sahabat-Nya masih bisa merasakan kehadiran-Nya dalam doa. Ini artinya, mereka adalah peserta aktif dalam penciptaan/pemulihan dunia yang mengobarkan hubungan kasih antara Bapa dan Anak. Mereka melakukan pekerjaan Anak dan Bapa, dan mereka bergabung dalam keintiman Anak dan Bapa (dan Roh Kudus, seperti yang akan kita lihat sebentar lagi). Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada Anak dengan mengijinkan-Nya mengambil bagian dalam kemuliaan pembentukan dan penciptaan kembali dunia.[1]

Sang Anak menunjukkan kasih-Nya kepada Bapa dengan selalu dan hanya melakukan kehendak-Nya, menjadikan dan membentuk kembali dunia demi kemuliaan Bapa sesuai dengan keinginan Bapa dalam kuasa Roh. Para murid/sahabat masuk ke dalam kasih yang terus mengalir dari Bapa, Putra, dan Roh Kudus ini, tidak hanya melalui refleksi mistik tetapi juga dengan merengkuh misi Sang Anak dan bekerja seperti yang dilakukan-Nya. Panggilan untuk mengalami kasih yang sama ini tidak dapat dipisahkan dari panggilan untuk berbagi dalam pekerjaan. Doa, “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku, supaya mereka menjadi satu dengan sempurna” (Yohanes 17:23), dipadankan dengan, “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia” (Yohanes 17 :18), dan ini muncul lagi dalam “Apakah engkau mengasihi Aku? ... Peliharalah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:17).

Aspek penting dari kerja manusia adalah kesempatan yang diberikannya untuk bersekutu melalui proyek-proyek bersama. Bagi banyak orang, tempat kerja memberikan konteks paling signifikan untuk hubungan pribadi di luar keluarga. Bahkan mereka yang bekerja sendiri – di dalam atau di luar rumah mereka sendiri – biasanya mau tidak mau berada dalam jaringan hubungan yang melibatkan pemasok, pelanggan, dan sebagainya.[2] Kita telah melihat bahwa Yesus memanggil murid-murid-Nya bukan hanya sebagai rekan sekerja tetapi juga sebagai komunitas sahabat. Aspek relasional dari pekerjaan bukanlah produk sampingan yang tidak disengaja dari kerja yang pada dasarnya bersifat utilitarian. Sebaliknya, ini merupakan komponen yang sangat penting dalam kerja itu sendiri, sejak Adam dan Hawa bekerja bersama di taman. “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia'” (Kejadian 2:18). Ciptaan menjadi sarana hubungan interpersonal ketika manusia bekerja berdampingan satu sama lain, dan dengan demikian masuk ke dalam kerja Allah untuk mewujudkan ciptaan tersebut.

Hal ini dapat menjadi dorongan semangat yang luar biasa bagi orang-orang yang berorientasi proyek, yang kadang-kadang dibuat merasa tidak rohani karena keengganan mereka untuk menghabiskan banyak waktu membicarakan perasaan mereka. Berbicara dengan orang lain merupakan kegiatan yang diperlukan untuk mengembangkan hubungan, namun kita tidak boleh mengabaikan pentingnya melakukan pekerjaan sebagai sarana untuk membina hubungan. Bekerja sama dapat membangun hubungan itu sendiri. Bukan suatu kebetulan bahwa kita menghabiskan banyak waktu bekerja dengan dan untuk orang lain. Dengan meneladani pekerjaan Allah sendiri dalam Tritunggal, kita dapat menemukan hubungan dalam pekerjaan. Bekerja untuk mencapai tujuan bersama adalah salah satu cara utama Allah menyatukan kita dan menjadikan kita manusia sejati.

Akulah Pokok Anggur dan Kamulah Rantingnya (Yohanes 15)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Perumpamaan pokok anggur dan ranting-ranting dimulai dengan berkat hubungan dengan Yesus dan melalui Dia dengan Bapa (Yohanes 15:1). “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yohanes 15:9). Namun hasil dari kasih ini bukanlah kebahagiaan pasif melainkan kerja produktif, yang dalam perumpamaan ini dinyatakan sebagai menghasilkan buah. “Siapa saja yang tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak” (Yohanes 15:5). Allah yang menciptakan alam semesta ingin umat-Nya juga produktif. “Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak” (Yohanes 15:8). Kemampuan kita untuk melakukan pekerjaan yang membuat perbedaan abadi di dunia adalah anugerah besar dari Allah. “Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu” (Yohanes 15:16). Janji tentang efektivitas ini menggemakan janji Yesus sebelumnya, bahwa “Siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa” (Yohanes 14:12).

Buah yang dihasilkan oleh para pengikut Yesus terkadang diartikan sebagai orang-orang yang berpindah agama menjadi Kristen. “Pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu” berarti “lebih banyak orang yang bertobat daripada yang Ku-hasilkan sendiri.” Bagi mereka yang terpanggil untuk melakukan penginjilan, hal ini tentu saja berlaku. Jika Yesus dalam ayat ini berbicara hanya kepada para rasul—yang ditunjuk untuk memberitakan kabar baik—dalam ayat ini, maka mungkin buah hanya mengacu pada orang yang bertobat. Namun jika Dia berbicara kepada orang-orang percaya secara umum, maka buah harus mengacu pada seluruh jenis pekerjaan yang menjadi panggilan orang-orang percaya. Karena seluruh dunia diciptakan melalui Dia, “pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan” mencakup semua jenis pekerjaan baik yang bisa dibayangkan. Bagi kita, melakukan “pekerjaan yang lebih besar” yang terlihat sampai saat ini dapat berarti merancang perangkat lunak yang lebih baik, memberi makan lebih banyak orang, mendidik siswa yang lebih bijaksana, meningkatkan efektivitas organisasi, meningkatkan kepuasan pelanggan, menggunakan modal secara lebih produktif, dan memerintah negara dengan lebih adil. Nilai dari menghasilkan buah tidak terletak pada apakah kita bekerja di bidang bisnis, pemerintahan, layanan kesehatan, pendidikan, agama, atau bidang lainnya. Nilainya terletak pada apakah pekerjaan kita melayani kebutuhan masyarakat. “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain” (Yohanes 15:17). Pelayanan adalah bentuk kasih yang aktif.

Kerajaan-Ku Bukan Berasal dari Dunia Ini (Yohanes 18:36)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Daripada mengambil risiko mereduksi narasi Yohanes tentang penderitaan dan kematian Yesus menjadi sebuah teks untuk membuktikan masalah kerja, kami akan membahas satu ayat yang penting karena apa yang tidak tersurat dibandingkan apa yang tersurat di dalamnya. “Jawab Yesus, ‘Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini’” (Yohanes 18:36). Sisi positifnya, di sini kita menemukan ringkasan yang luar biasa tentang Penderitaan Yesus. Yesus memproklamirkan bahwa Dia memang seorang raja, namun bukan raja yang mudah dikenali oleh politisi culas seperti Pilatus. Jika Yesus harus mengorbankan diri-Nya demi kehidupan dunia, Dia akan melakukannya. Dan Dia memang harus mengorbankan diri-Nya sendiri, karena kedudukan-Nya sebagai raja, yang bersifat mutlak dan sepenuhnya memberi diri, pasti akan mengakibatkan hukuman mati dari penguasa yang ada.

Namun sama pentingnya untuk mengenali apa yang tidak diberitakan Yesus. Dia tidak mengatakan bahwa kerajaan-Nya adalah sebuah pengalaman keagamaan internal yang bersifat sementara dan tidak berdampak pada isu-isu ekonomi, politik, atau sosial di dunia nyata. Sebagaimana ditunjukkan dalam Alkitab versi NRSV, NIV, dan terjemahan lainnya, kerajaan-Nya berasal dari alam lain (Yohanes 18:36). Pemerintahan-Nya—seperti diri-Nya sendiri—berasal dari surga. Namun Dia telah datang ke bumi, dan kerajaan-Nya adalah kerajaan yang nyata di bumi ini, lebih nyata daripada yang pernah ada di Roma. Kerajaan-Nya yang datang ke bumi mempunyai serangkaian prinsip pengoperasian yang berbeda. Kerajaan-Nya bekerja dengan penuh kuasa di dalam dunia ini, namun tidak menerima perintah dari para penguasa dunia saat ini. Yesus tidak menjelaskan pada saat itu apa artinya kerajaan-Nya berasal dari dunia lain namun berada di dunia yang Dia bangun sendiri. Namun Dia kemudian mengungkapkannya dengan jelas, dalam penglihatan yang dilaporkan dalam Wahyu 21 dan 22, ketika Yerusalem Baru turun dari surga. Kerajaan Yesus turun untuk mengambil tempat yang selayaknya sebagai ibu kota dunia ini, tempat semua murid-Nya menemukan rumah abadi mereka. Setiap kali Yesus berbicara tentang kehidupan kekal atau kerajaan Allah, yang dimaksudkan-Nya adalah bumi yang kita tinggali sekarang, yang diubah dan disempurnakan oleh Firman dan kuasa Allah.

Murid yang Dikasihi Yesus (Yohanes 21:20)

Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar Isi

Pasal terakhir dari Injil Yohanes memberikan kesempatan untuk tidak terlalu merenungkan tentang kerja itu sendiri, melainkan tentang identitas pekerjanya. Para murid sedang memancing ketika mereka bertemu Yesus. Kadang-kadang hal ini dipandang sebagai hal yang buruk, seolah-olah mengapa mereka mencari ikan padahal seharusnya mereka memberitakan Kerajaan Allah. Namun tidak ada satu hal pun dalam teks itu yang menunjukkan kritikan terhadap hal itu. Sebaliknya, Yesus memberkati kerja keras mereka dengan hasil tangkapan yang ajaib. Setelah itu, mereka kembali kepada pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka sebagai pengkhotbah, namun bahkan hal ini hanya mencerminkan panggilan khusus mereka dan tidak meremehkan kerja mencari ikan itu.

Bagaimana pun kita memandang latar belakang itu, dorongan dari pasal ini adalah pemulihan Petrus dan kontras antara masa depan Petrus dengan masa depan “murid yang dikasihi Yesus” (Yohanes 21:20). Tiga kali penegasan Petrus akan kasihnya kepada Yesus memulihkan hubungannya dengan Yesus setelah tiga kali penyangkalan sebelumnya. Di masa depan, Petrus akan menanggung kemartiran, sementara secara samar-samar diisyaratkan bahwa Murid Terkasih akan menikmati hidup yang lebih panjang. Kita akan memfokuskan perhatian kita pada sosok yang terakhir, karena penunjukan dirinya berkaitan langsung dengan pertanyaan tentang identitas manusia.

Menarik bahwa identitas Murid Terkasih tidak pernah diungkapkan dalam Injil Keempat. Kebanyakan ahli menyimpulkan bahwa ia adalah Rasul Yohanes (walaupun ada beberapa yang tidak setuju[1]), namun pertanyaan sebenarnya adalah mengapa ia menyembunyikan namanya dalam kerahasiaan seperti itu. Salah satu jawabannya adalah ia ingin membedakan dirinya dari murid-murid lainnya. Ia secara khusus dikasihi oleh Yesus. Namun ini merupakan motif yang aneh dalam Injil yang diwarnai dengan teladan kerendahan hati dan pengorbanan diri Kristus.

Penjelasan yang jauh lebih baik adalah bahwa ia menyebut dirinya sebagai “murid yang dikasihi Yesus” sebagai cara untuk mewakili apa yang berlaku bagi semua murid. Kita semua pertama-tama dan terutama harus menemukan identitas kita dalam kenyataan bahwa Yesus mengasihi kita. Ketika Anda bertanya kepada Yohanes siapa dirinya, ia tidak menjawab dengan menyebutkan namanya, hubungan keluarganya, atau pekerjaannya. Ia menjawab, “Saya adalah seseorang yang Yesus kasihi.” Dengan menggunakan kata-kata Yohanes, Murid Terkasih menemukan dirinya “bersandar di dekat-Nya, di sebelah kanan-Nya.” (Yohanes 13:23, KJV), dan demikian pula, Mesias menemukan identitasnya “di pangkuan Bapa” (Yohanes 1:18, KJV). [2] Dengan cara yang sama, kita harus mengetahui siapa diri kita, bukan melalui apa yang telah kita lakukan, atau melalui siapa yang kita kenal, atau melalui apa yang kita miliki, namun melalui kasih Yesus kepada kita.

Namun jika kasih Yesus kepada kita—atau, bisa kita katakan, kasih Bapa kepada kita melalui Yesus—adalah sumber identitas dan motivasi hidup kita, kita mewujudkan kasih ini dalam aktivitas kita dalam ciptaan Allah. Salah satu aspek penting dari aktivitas itu adalah pekerjaan kita sehari-hari. Melalui rahmat Allah, kerja dapat menjadi suatu arena di mana kita menjalani hubungan dengan Allah dan sesama melalui pelayanan penuh kasih. Pekerjaan kita sehari-hari, betapa pun rendah atau mulianya penilaian orang lain, menjadi tempat di mana kemuliaan Allah diperlihatkan. Oleh kasih karunia Allah, saat kita bekerja, kita menjadi perumpamaan hidup tentang kasih dan kemuliaan Allah.