Bootstrap

“Jangan Berzinah” (Keluaran 20:14)

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Ring 1775 620

Tempat kerja adalah salah satu tempat yang paling banyak terjadi perzinahan, tidak selalu karena perzinahan itu terjadi di tempat kerja itu sendiri, tetapi bisa jadi akibat dari kondisi-kondisi kerja dan relasi-relasi dengan rekan kerja. Jadi, penerapan pertama Hukum ini di tempat kerja benar-benar secara harfiah. Orang yang menikah tidak boleh berhubungan seks dengan orang yang bukan pasangannya di tempat kerja, dalam bekerja, atau karena pekerjaannya. Tentu saja ini menyingkirkan profesi-profesi seks seperti prostitusi, pornografi, dan terapi dengan pasangan seks pengganti (sex surrogacy), setidaknya dalam banyak kasus, sejauh para pekerja punya pilihan. Namun, segala pekerjaan apa pun yang mengikis ikatan perkawinan melanggar Hukun Ketujuh. Ada banyak cara hal ini bisa terjadi. Pekerjaan bisa menimbulkan ikatan emosional yang kuat di antara rekan-rekan kerja tanpa mampu mendukung komitmen mereka terhadap pasangan masing-masing, seperti yang bisa terjadi di rumah sakit, bidang wirausaha, lembaga akademik, gereja, dan tempat-tempat lainnya. Kondisi kerja bisa membuat orang berdekatan secara fisik dalam waktu lama atau tidak dapat membuat batasan yang wajar pada saat pertemuan-pertemuan di luar, seperti yang bisa terjadi pada tugas-tugas lapangan jangka panjang. Pekerjaan bisa membuat orang mengalami pelecehan seksual dan tekanan untuk berhubungan seks dengan orang yang memegang kekuasaan di atas mereka. Pekerjaan bisa meningkatkan ego atau membuat orang disanjung secara berlebihan, seperti yang bisa terjadi pada selebriti, atlet terkenal, pengusaha sukses, pejabat tinggi pemerintah, dan orang super kaya. Pekerjaan bisa menuntut begitu banyak waktu berjauhan—secara fisik, mental, atau emosional—sehingga melemahkan ikatan di antara pasangan pernikahan. Semua ini bisa menjadi bahaya-bahaya yang sebaiknya dikenali dan dihindari, diperbaiki, atau diwaspadai oleh orang Kristen.

Namun, keseriusan Hukum Ketujuh timbul bukan karena perzinahan itu seks terlarang, melainkan karena hal itu melanggar perjanjian yang ditetapkan Allah. Allah menciptakan suami dan istri untuk menjadi “satu daging” (Kejadian 2:24), dan perkataan Yesus tentang Hukum Ketujuh menegaskan peran Allah dalam perjanjian pernikahan. “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:6). Oleh karena itu, melakukan perzinahan bukan hanya berhubungan seks dengan orang yang tidak seharusnya, tetapi juga melanggar perjanjian dengan Tuhan Allah. Sesungguhnya, Perjanjian Lama sering memakai kata perzinahan, dan gambaran di sekitar hal itu, bukan untuk merujuk pada dosa seksual tetapi pada penyembahan berhala. Para nabi sering menyebut ketidaksetiaan Israel terhadap perjanjian untuk menyembah Allah saja sebagai “berzinah” atau “melacur,” seperti di Yesaya 57:3, Yeremia 3:8, Yehezkiel 16:38, Hosea 2:2, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, setiap pelanggaran iman terhadap Allah Israel secara kiasan adalah perzinahan, baik itu melibatkan seks terlarang atau tidak. Penggunaan istilah “perzinahan” ini menggabungkan perintah pertama, kedua, dan ketujuh, dan mengingatkan kita bahwa Sepuluh Perintah Allah adalah ungkapan-ungkapan dari satu perjanjian dengan Allah, dan bukan semacam daftar sepuluh perintah teratas.

Oleh karena itu, pekerjaan yang mengharuskan atau membawa kita kepada penyembahan berhala atau menyembah ilah lain harus dihindari. Sulit membayangkan bagaimana seorang Kristen bisa bekerja sebagai pembaca kartu tarot, pembuat acara kesenian atau musik penyembahan berhala, atau penerbit buku-buku yang menghujat. Aktor-aktor Kristen mungkin merasa sulit untuk melakukan peran yang tidak senonoh, tidak religius, atau mengacaukan secara rohani. Segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup, termasuk pekerjaan, pada tingkat tertentu cenderung meningkatkan atau melemahkan relasi kita dengan Allah; sepanjang hidup kita, tekanan pekerjaan yang terus-menerus yang melemahkan kita secara rohani bisa terbukti menghancurkan. Ini adalah faktor yang sebaiknya kita sertakan dalam keputusan karier kita, sejauh kita punya pilihan.

Aspek perjanjian khusus yang dilanggar dalam perzinahan adalah bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian dengan Allah. Namun,, bukankah setiap perjanjian atau kesepakatan yang dibuat orang Kristen secara implisit merupakan perjanjian dengan Allah? Paulus menasihati kita, “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus” (Kolose 3:17). Kontrak, perjanjian, dan kesepakatan tentunya adalah hal-hal yang kita lakukan dengan perkataan atau perbuatan, atau keduanya. Jika kita melakukan segala hal itu dalam nama Tuhan Yesus, tidak mungkin ada janji tertentu yang harus dihormati karena itu perjanjian dengan Allah, sementara ada janji lainnya yang bisa saja dilanggar karena janji itu hanya perjanjian dengan manusia. Kita harus menghormati semua perjanjian kita, dan menghindari untuk memicu orang lain melanggar perjanjian mereka. Entah perintah ini berasal dari Keluaran 20:14 sendiri, atau dijelaskan dalam ajaran-ajaran Perjanjian Lama dan Baru yang dikembangkan dari ayat itu, “Tepatilah janjimu, dan bantulah orang lain menepati janjinya” bisa menjadi derivasi yang baik dari perintah ketujuh di dunia kerja.