Bootstrap

Kegagalan Kepemimpinan Para Hakim (Hakim-hakim 9-16)

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Newtons cradle 256213 620

Kegagalan-kegagalan para hakim sesudah Gideon semakin buruk lagi. Anak Gideon, Abimelekh, mempersatukan orang-orang di sekitarnya, tetapi ia kemudian membunuh tujuh puluh saudaranya yang menghalangi jalannya (Hakim-hakim 9). Yefta memulai sebagai perampok yang kemudian membebaskan bangsanya dari tangan orang Amon, tetapi ia menghancurkan keluarga dan masa depannya sendiri dengan nazar yang mengerikan yang menyebabkan kematian putrinya (Hakim-hakim 11). Hakim yang paling terkenal, Simson, menimbulkan bencana di antara orang Filistin, tetapi yang paling terkenal secara negatif adalah kejatuhannya pada bujuk rayu Delila yang tidak mengenal Allah, yang mengakibatkan kehancurannya sendiri (Hakim-hakim 13-16).

Apa yang dapat kita petik dari semuanya ini untuk pekerjaan kita di dunia saat ini? Pertama-tama, kisah-kisah para hakim meneguhkan kebenaran bahwa Allah bekerja melalui orang-orang yang gagal/cacat. Ini benar sekali, karena sejumlah hakim—Gideon, Barak, Simson, dan Yefta—dipuji dalam Perjanjian Baru, bersama-sama dengan Rahab (Ibrani 11:31-34). Kitab Hakim-hakim tidak ragu menunjukkan bahwa Roh Allahlah yang memampukan mereka melakukan tindakan-tindakan pembebasan yang dahsyat saat menghadapi berbagai masalah yang begitu sulit (Hakim-hakim 3:10; 6:34; 11:29; 13:25; 14: 6-9; 15:14). Selanjutnya, mereka lebih dari alat di dalam tangan Allah. Mereka menanggapi positif panggilan Allah untuk membebaskan bangsanya, dan melalui mereka, Allah lagi-lagi menyelamatkan umat-Nya.

Akan tetapi maksud keseluruhan kitab Hakim-hakim bukanlah menganjurkan kita untuk menjadikan orang-orang ini sebagai panutan. Penekanan kitab ini adalah bahwa bangsa itu kacau, penuh kompromi, dan para pemimpinnya mengecewakan dalam ketidakpatuhan mereka terhadap perjanjian Allah. Pelajaran yang lebih tepat untuk dipetik barangkali adalah bahwa kesuksesan – bahkan kesuksesan yang diberikan Allah – belum tentu merupakan pernyataan tentang perkenan Allah. Ketika usaha-usaha kita di tempat kerja diberkati, apalagi di tengah situasi yang tidak menguntungkan, kita mungkin tergoda untuk berpikir, "Nah, Allah jelas bekerja di sini, maka Dia pasti memberkatiku karena menjadi orang baik/berhasil." Padahal sejarah kehidupan para hakim menunjukkan bahwa Allah bekerja kapan saja Dia mau, dengan bagaimana saja yang Dia mau, dan melalui siapa yang Dia mau. Dia bertindak menurut rencana-Nya, bukan berdasarkan kebaikan atau kekurangan kita. Kita tidak dapat mengambil kredit seolah-olah kita layak menerima berkat kesuksesan. Demikian pula, kita tidak boleh menghakimi orang lain yang kita anggap kurang pantas mendapat perkenan Allah, sebagaimana diingatkan Paulus di Roma 2:1.