Amsal dan Pekerjaan
Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Introduksi Kitab Amsal
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiApa perbedaan antara cerdas dan bijak/bijaksana? Hikmat/kebijaksanan itu melebihi pengetahuan. Hikmat lebih dari sekadar katalog fakta-fakta. Hikmat adalah pengertian yang mumpuni tentang kehidupan, seni kehidupan praktis, dan kecakapan dalam membuat keputusan. Kitab Amsal menantang kita untuk memperoleh pengetahuan, menerapkannya dalam hidup kita, dan membagikan hikmat yang kita peroleh kepada orang lain.
Dari mana kita bisa memperoleh hikmat? Kitab ini menegaskan bahwa hikmat melampaui pengetahuan tapi harus dimulai dengan pengetahuan tentang amsal.[1] “Amsal-amsal Salomo putra Daud, raja Israel, untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna” (Amsal 1:1-2). (Terjemahan Alkitab bahasa Inggris versi NRSV “learning about wisdom and instruction” - mempelajari hikmat dan didikan - mengabaikan sifat pengalaman yang sangat penting pada kata Ibrani da'at dan akar katanya, yada, yang diungkapkan dengan tepat dalam Alkitab versi NIV dengan “gaining wisdom and instruction” – memperoleh hikmat dan didikan). Untuk memperoleh hikmat, pengetahuan harus dicampur atau disertai dengan “takut akan TUHAN.”[2] "Takut" (Ibrani: yare) akan TUHAN sering digunakan dalam Perjanjian Lama sebagai sinonim "menjalani hidup sebagai respons terhadap Allah." Kitab Amsal menyatakan bahwa "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal 9:10). Pengetahuan/pengertian tanpa komitmen kepada Tuhan akan menjadi sia-sia saja bagaikan semen tanpa air yang tak bisa menjadi mortar. Secara paradoks, menerima perkataan amsal dengan iman ke dalam hati akan menghasilkan takut akan TUHAN. “Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku dalam hatimu … , maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah” (Amsal 2:1, 5).
Hikmat yang sejati bagi orang Kristen mencakup seluruh pewahyuan tentang Allah, terutama yang dikenal dalam diri AnakNya, Tuhan Yesus Kristus. Dimulai dengan pemahaman tentang siapa Tuhan itu, apa yang telah Dia perbuat, dan apa yang Dia inginkan untuk kita dan dunia yang kita diami. Ketika kita bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, kita belajar bagaimana bekerja sama dengan Dia ketika Dia menopang dan menebus dunia. Hal ini sering membuat kita makin berbuah, dalam hal-hal yang memberkati diri kita sendiri maupun menolong orang lain. Kita makin memuliakan Tuhan di tengah kehidupan dan pekerjaan kita sehari-hari. “Takut akan TUHAN mendatangkan hidup, maka orang bermalam dengan puas, tanpa ditimpa malapetaka” (Amsal 19:23).
Menurut kitab Amsal, memperoleh hikmat juga menjadikan kita lebih baik, dan sebaliknya. Kita belum betul-betul memperoleh hikmat jika kita belum menerapkannya dalam hidup kita. “Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan” (Amsal 14:16). “Mulut orang benar mengeluarkan hikmat” (Amsal 10:31). Amsal mengantisipasi nasihat Yesus yang berbunyi, “Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Matius 10:16). Hikmat berasal dari Tuhan. “Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, Aku memimpin engkau di jalan yang lurus,” kata TUHAN (Amsal 4:11). Di dalam Amsal, mental dan moral menyatu, dan hikmat mencerminkan kebenaran bahwa Allah yang baik masih berkuasa.
Kitab Amsal juga memperingatkan orang-orang yang abai bertumbuh dalam hikmat. Hikmat, yang di dalam kitab ini dipersonifikasikan sebagai seorang perempuan,[3] berkata. “Siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan TUHAN berkenan kepadanya. Tetapi siapa tidak mendapatkan aku, merugikan dirinya; semua orang yang membenci aku, mencintai maut" (Amsal 8:35-36). Hikmat membawa kehidupan yang lebih baik, lebih penuh. Kekurangan hikmat mengurangi (kualitas) hidup dan pada akhirnya membawa kepada kematian.
Kitab Amsal lebih lanjut mengatakan bahwa hikmat yang kita peroleh bukan untuk diri kita sendiri saja, tetapi untuk dibagikan kepada orang lain juga, “untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda” (Amsal 1:4). Amsal 9:9 merekomendasikan kita untuk “memberi nasihat kepada orang bijak” dan “mengajar orang benar.” Amsal 26:4-5 menasehatkan pembaca bagaimana berbagi hikmat dengan orang bodoh. Kita berbagi hikmat bukan cuma dengan mengajar, tetapi juga melalui cara hidup yang bijak, yang membagikan hikmat kepada orang-orang yang melihat kita dan mengikuti teladan kita. Hal sebaliknya juga terjadi. Jika kita hidup dengan bodoh, orang lain bisa tergoda untuk melakukan kebodohan yang sama, dan kita tidak hanya merugikan diri kita sendiri, tetapi orang lain juga. Seringkali, kemajuan dalam kehidupan pekerjaan kita membuat kita makin terlihat, dan dampak hikmat atau kebodohan kita akan makin memengaruhi banyak orang. Dengan berjalannya waktu, ini bisa membawa konsekuensi yang sangat besar, karena “ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut” (Amsal 13:14).
Tentang Kitab Amsal
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiDi wilayah Timur Dekat kuno, para penguasa sering menugaskan orang-orang bijak untuk mengumpulkan hikmat yang disetujui bangsa mereka untuk diajarkan kepada orang-orang muda yang memasuki pekerjaan atau pelayanan publik di istana kerajaan.[1] Kata-kata bijak ini, yang disaring dari pengamatan tentang kehidupan dan realitas pengalaman manusia, menjadi “bahan pelajaran” bagi generasi-generasi mendatang yang sedang mencapai kedewasaan. Tetapi kitab Amsal menyatakan bahwa Raja Salomo sendiri yang menjadi penulis utamanya (Amsal 1:1) dan bahwa pengilhamannya berasal dari Tuhan. “TUHANlah yang memberi hikmat; dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian” (Amsal 2:6). Kitab ini menuntut iman kepada Tuhan, bukan pada pengalaman manusia.
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5). “Janganlah engkau menganggap dirimu bijak; takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan” (Amsal 3:7). Buku-buku pegangan lain dari wilayah Timur Dekat kuno menyiratkan atau menganggap hikmat yang mereka ajarkan berasal dari Allah, tetapi kitab Amsal dengan sangat tegas menyebutkan bahwa hikmat itu semata-mata dan secara langsung datang dari Allah.[2] Inti pesan kitab ini adalah bahwa hikmat yang sejati didasarkan pada relasi kita dengan Allah: kita tidak dapat memperoleh hikmat yang sejati tanpa memiliki relasi yang hidup dengan Tuhan.
Maka, amsal-amsal dalam kitab ini bukan sekedar perihal akal sehat atau nasihat yang baik; yang diajarkan pada kita juga bukan cuma hubungan antara perbuatan kita dengan tujuan akhir kita, tetapi juga bagaimana menciptakan masyarakat yang damai dan makmur di dalam Tuhan, Sumber hikmat sejati itu.
Bersamaan dengan itu, pepatah-pepatah singkat nan bernas yang kita sebut amsal ini adalah generalisasi atau proses penalaran yang membentuk kesimpulan umum tentang kehidupan, bukan janji-janji yang diatomisasi (diurai). Allah bekerja melalui amsal-amsal itu memimpin jalan pikiran kita, tetapi kita harus hati-hati agar tidak “melempar dadu” dan menganggap amsal-amsal itu sebagai kantong-undian berisi kue keberuntungan. Tidak ada amsal tersendiri yang dapat dianggap mengungkapkan seluruh kebenaran; amsal itu harus diberi nuansa (dilengkapi dan disesuaikan dengan) konteks seluruh kitab yang lebih luas.[3] Hanya orang bodoh yang membaca amsal “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu” (Amsal 22:6), lalu menyimpulkan bahwa seorang anak adalah robot yang diprogram. Amsal itu mengajarkan bahwa didikan orangtua itu berpengaruh, tetapi amsal itu juga harus dilengkapi dan disesuaikan dengan amsal-amsal lain yang mengakui bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kelakuannya sendiri, seperti, “Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali” (Amsal 30:17). Untuk memahami amsal-amsal, kita perlu merajut pakaian hikmat dari seluruh kumpulan amsal. Untuk memperoleh hikmat dari kitab Amsal, kita perlu belajar seumur hidup.
Ini bukan hal yang mudah. Beberapa amsal saling bertentangan satu sama lain, meskipun tidak secara frontal. Amsal-amsal lainnya disampaikan secara ambigu yang membuat pembaca perlu memikirkan sejumlah interpretasi yang mungkin. Perhatian yang cermat juga harus diberikan kepada siapa yang dituju dari penyampaian amsal itu. “Janganlah menyukai tidur” (Amsal 20:13) adalah amsal yang ditujukan kepada semua anak-anak Allah (lihat Amsal 1:4-5), tetapi jaminan bahwa, “Engkau akan berbaring dan tidur nyenyak” (Amsal 3:24) ditujukan kepada orang yang tidak membiarkan pertimbangan dan kebijaksanaan menjauh dari pandangannya (Amsal 3:21). Kitab Amsal tidak terbatas pada waktu, tetapi penerapan amsal-amsalnya harus tepat pada waktunya, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Ayub (lihat Ayub dan Kerja di https://www.teologikerja.org/). Amsal adalah batu-batu uji dalam pengembangan kebajikan yang lambat dan memerlukan waktu lama untuk memahaminya. “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan -- untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan orang bijak dan teka-teki mereka” (Amsal 1:5-6).
Kitab Amsal berisi tujuh pengelompokan atau kompilasi amsal. Kompilasi 1 (Amsal 1:1-9:18) berisi pengajaran-pengajaran yang dikembangkan untuk menyiapkan hati para murid menerima pepatah-pepatah bernas di kompilasi-kompilasi berikutnya. Kompilasi 2 (Amsal 10:1-22:16) adalah “amsal-amsal Salomo.” Kompilasi 3 (Amsal 22:17-24:22) berisi “perkataan orang bijak,” yang kemungkinan diadopsi dan diadaptasi oleh Salomo[4] dan Kompilasi 4 (Amsal 24:23-34) mengembangkannya dengan tambahan “amsal-amsal orang bijak” lainnya. Kompilasi 5 (Amsal 25:1-29:27) berisi “amsal-amsal Salomo yang dikumpulkan pegawai-pegawai Hizkia, dari Yehuda”, dengan menelusuri dokumen-dokumen kuno dari zaman Salomo. (Hizkia memerintah sekitar 300 tahun setelah Salomo). Kompilasi 6 (Amsal 30:1-33) dan Kompilasi 7 (Amsal 31:1-31) dikaitkan, secara berurutan, dengan Agur dan Lemuel, yang tidak terlalu dikenal orangn.[5]Hasil akhirnya adalah sebuah karya yang berisi peribahasa, nasihat, pengajaran dan peringatan, yang disusun sebagai buku pegangan bagi kaum muda yang memulai kehidupan pekerjaan mereka, dan bagi orang-orang dari segala usia untuk menantang mereka mencari hikmat Tuhan (Amsal 1:2-7).
Amsal paling sering dipasangkan secara kontras: kerajinan vs. kemalasan, kejujuran vs. ketidakjujuran, perencanaan vs. keputusan yang dibuat tergesa-gesa, berlaku adil vs. mengambil keuntungan dari yang lemah, mencari nasihat yang baik vs. kecongkakan, dst. Kitab Amsal paling banyak berbicara tentang perkataan yang bijak daripada topik-topik lainnya, dengan jumlah terbanyak kedua berupa amsal-amsal yang berbicara tentang pekerjaan dan korelasinya, yaitu uang. Meskipun kitab ini dibagi menjadi tujuh kompilasi amsal sebagaimana disebutkan di atas, amsal-amsal dalam kompilasi-kompilasi ini sering berputar kembali membahas topik yang sama berulang kali. Karena alasan itu, tulisan ini akan membahas pengajaran yang terkait-pekerjaan berdasarkan topik dan bukan menelusuri setiap kompilasi secara berurutan. Daftar ayat-ayat, dengan tautan ke bagian pembahasan topiknya, dapat ditemukan di akhir tulisan ini. Daftar ini dimaksudkan untuk membantu pembaca menemukan lokasi ayat atau perikop tertentu yang dibahas, bukan untuk mendorong pembaca membaca ayat-ayat itu secara tersendiri.
Satu tindakan penerapan yang didapati bermanfaat bagi banyak orang Kristen di tempat kerja adalah dengan membaca satu pasal setiap hari, sesuai urutan tanggal/hari bulan itu. (Kitab Amsal terdiri dari 31 pasal). Banyak topik dalam kitab Amsal dibahas oleh beberapa amsal yang tersebar di seluruh kitab, yang artinya setiap topik akan dijumpai beberapa kali pada hari-hari yang berbeda setiap bulannya. Perjumpaan yang berulang-ulang ini membantu proses belajar. Selain itu, penerimaan kita terhadap topik-topik juga bisa berubah sesuai yang sedang terjadi dalam hidup kita. Karena situasi kita terus berubah sepanjang bulan, topik yang tidak menarik perhatian kita pada hari tertentu bisa menjadi bermakna pada hari yang lain. Dengan berjalannya waktu, kita bisa memperoleh lebih banyak hikmat daripada jika kita hanya menjumpai setiap topik satu kali saja. Sebagai contoh, pada tanggal 14 bulan tertentu Anda membaca Amsal pasal 14, tetapi Anda mungkin tidak memerhatikan topik tentang penindasan terhadap orang miskin di ayat 31 (“Siapa menindas orang yang lemah menghina Penciptanya”). Tetapi dalam bulan itu Anda mungkin lalu melihat orang jalanan, atau membaca berita tentang kemiskinan, atau mengalami kekurangan uang sendiri. Anda mungkin jadi tertarik untuk memerhatikan topik itu ketika hal itu muncul lagi pada tanggal 17 (“Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya,” Amsal 17:5), atau tanggal 21 (“Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban kalau ia sendiri berseru-seru,” Amsal 21:13), atau tanggal 22 (“Janganlah merampasi orang lemah karena ia lemah,” Amsal 22:22), atau tanggal 28 (“Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan laba, mengumpulkan itu untuk orang yang berbelas kasihan kepada orang lemah,” Amsal 28:8). Lagipula, topik yang dibingkai secara agak berbeda setiap kali memberi kesempatan pengulangan itu memberi perspektif yang lebih mendalam.
Apa Hubungan Kitab Amsal dengan Pekerjaan?
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerhatian utama kitab ini adalah panggilan untuk hidup dengan takut akan Allah. Panggilan ini mengawali (Amsal 1:7), mewarnai (Amsal 9:10), dan mengakhiri kitab Amsal (Amsal 31:30). Amsal-amsal ini mengatakan pada kita bahwa kebiasaan kerja yang baik memuliakan Allah, mengembangkan karakter yang dibentuk oleh takut akan Allah, dan biasanya akan mengantar kepada kemakmuran. Bahkan, takut akan TUHAN secara langsung disamakan sebagai hikmat. “Engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena TUHANlah yang memberi hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian” (Amsal 2:5-6).
Dengan kata lain, amsal-amsal dimaksudkan untuk membentuk karakter Allah (saleh) dalam diri orang yang membacanya. Inilah sebabnya banyak amsal secara eksplisit mendasarkan dirinya pada karakter Allah, yang ditunjukkan dengan apa yang dibenci Allah maupun yang berkenan kepada-Nya:
Enam perkara ini yang dibenci TUHAN… (Amsal 6:16).
Neraca yang curang menjijikan bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat. (Amsal 11:1)
Mata TUHAN ada di segala tempat. (Amsal 15:3)
Karakter saleh—yaitu hikmat—sangat penting dalam seluruh kehidupan, termasuk pekerjaan. Pandangan sekilas terhadap kitab Amsal menunjukkan bahwa kitab ini memiliki banyak hal yang bisa dikontribusikan pada pekerjaan. Banyak amsal berbicara langsung tentang aktivitas-aktivitas dunia kerja di wilayah Timur Dekat kuno, seperti pertanian, peternakan, pembuatan tekstil dan pakaian, perdagangan, transportasi, militer, pemerintahan, pengadilan, membangun rumah tangga, membesarkan anak, pendidikan, pembangunan, dan lain-lain. Uang—yang berkaitan erat dengan pekerjaan—juga menjadi topik yang menonjol. Banyak amsal lain berbicara tentang topik-topik yang secara signifikan diterapkan pada pekerjaan, seperti kehati-hatian, kejujuran, keadilan, wawasan dan relasi yang baik.
Perempuan Pemberani (Amsal 31:10-31)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiHubungan yang menakjubkan antara kitab Amsal dengan dunia kerja terlihat di bagian akhir. (Perempuan) Hikmat/Bijak, yang kita jumpai di awal kitab (Amsal 1:20-33, 8:1-9:12), muncul lagi dalam pakaian sehari-hari di dalam 22 ayat terakhir kitab ini (Amsal 31:10-31) sebagai seorang perempuan yang hidup dan bernapas, yang disebut “the virtuous woman” - perempuan berbudi luhur (dalam Alkitab bahasa Inggris versi KJV). Beberapa penerjemah memakai kata “istri” dan bukan “perempuan” kemungkinan karena suami dan anak-anak perempuan itu disebutkan juga dalam ayat-ayat itu. (Baik “istri” maupun “perempuan” sama-sama merupakan terjemahan yang mungkin dari kata Ibrani ishshah). Ia jelas menemukan kepenuhan dalam keluarganya dan memastikan “suaminya dikenal di pintu gerbang, ketika duduk bersama para tua-tua negeri” (Amsal 31:23). Tetapi teks ini berfokus pada pekerjaan perempuan itu sebagai seorang wirausaha dengan industri rumahan dan para pembantu/pekerja yang dikelolanya (Amsal 31:15).[1] Amsal 31:10-31 tidak hanya untuk diterapkan di tempat kerja; tetapi memang terjadi di tempat kerja.
Jadi, kitab Amsal dirangkum dalam sebuah puisi yang memuji-muji seorang perempuan yang adalah manajer bijak dari berbagai bidang usaha, mulai dari menenun, membuat anggur minuman, sampai berdagang di pasar. Para penerjemah memakai kata yang berbeda-beda untuk menggambarkan karakter perempuan di Amsal 31:10 ini, seperti “virtuous” - berbudi luhur (KJV), “capable” – cakap (NRSV, LAI), “excellent” – sempurna (NASB), atau “of noble character” -berkarakter mulia (NIV). Tetapi kata-kata ini tidak mencakup unsur kekuatan atau keperkasaan yang ada pada akar kata Ibraninya (chayil). Jika diterapkan pada laki-laki, kata chayil ini diterjemahkan menjadi “kekuatan,” seperti di Amsal 31:3. Dari 246 kali kemunculannya di Perjanjian Lama, kata ini sebagian besar diterapkan pada laki-laki yang berperang (seperti, “pejuang-pejuang yang gagah perkasa” pada zaman Daud, 1 Tawarikh 7:2). Para penerjemah cenderung melemahkan unsur kekuatan ini jika kata chayil diterapkan pada perempuan, seperti pada Rut, yang dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris menjadi “noble” (NIV, TNIV), “virtuous” (NRSV, KJV) atau “excellent” (NASB). Padahal kata yang digunakan itu sama, entah diterapkan pada laki-laki maupun perempuan. Saat menggambarkan perempuan di Amsal 31:10-31 ini, arti yang dianggap paling tepat adalah kuat atau berani, seperti yang ditunjukkan lebih lanjut di Amsal 31:17, “Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya.” Al Wolters berpendapat, mengingat kata itu sangat berkaitan dengan perang/perjuangan, maka terjemahan yang paling tepat adalah “Valiant Woman” - Perempuan Pemberani.[2] Karena itu, kita akan menyebut wanita di Amsal 31:10-31 ini sebagai “Perempuan Pemberani” yang mencakup makna kekuatan maupun kebajikan yang terkandung dalam kata Ibrani chayil.
Bagian penutup kitab Amsal mencirikan perempuan perkasa ini sebagai pekerja yang bijak dalam lima rangkaian tindakan di dunia kerjanya. Bagian yang sangat penting ini ditonjolkan dengan dua cara. Pertama, ditulis dalam bentuk puisi akrostik, yang artinya baris-baris puisi itu dimulai dengan 22 huruf abjad Ibrani, secara urut, yang membuatnya mudah diingat. Kedua, ditempatkan sebagai klimaks dan rangkuman seluruh kitab. Oleh karena itu, kelima rangkaian tindakan yang kita amati pada Perempuan Pemberani ini akan menjadi kerangka kerja kita dalam mempelajari seluruh kitab Amsal.
Bagi sebagian orang di Timur Dekat kuno, dan juga bagi sebagian orang masa kini, menggambarkan seorang perempuan sebagai model wiraswasta yang bijak sungguh mengherankan. Meskipun faktanya Allah sama-sama memberikan karunia bekerja kepada laki-laki maupun perempuan secara setara (Kejadian 1 dan 2), pekerjaan perempuan seringkali dianggap lebih rendah dan diperlakukan kurang bermartabat dibandingkan pekerjaan laki-laki. Dari contoh kitab ini, kita akan menyebut pekerja yang bijak ini sebagai ia (perempuan), dengan memahami bahwa hikmat Allah disediakan sama bagi laki-laki maupun perempuan. Ia (she) dalam kitab ini menjadi semacam peneguhan tentang martabat dari setiap orang yang bekerja.
Sebagaimana yang selalu disampaikan kitab Amsal, jalan hikmat berasal dari takut akan Tuhan. Setelah semua kecakapan dan kebajikan Perempuan Pemberani dijelaskan dan dihargai, sumber hikmatnya pun diungkapkan. “Isteri (perempuan) yang takut akan TUHAN dipuji-puji” (Amsal 31:30).
Pekerja Yang Bijak Dapat Dipercaya (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiCiri pertama jalan hikmat yang dipersonifikasikan dalam diri Perempuan Pemberani adalah dapat dipercaya. “Hati suaminya percaya padanya” (Amsal 31:11). Sifat dapat dipercaya adalah dasar hikmat dan kebajikan. Allah menciptakan manusia untuk bekerja sama dengan satu sama lain (Kejadian 2:15), tetapi tanpa kepercayaan, hal ini tak mungkin terjadi. Kepercayaan memerlukan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika, yang dimulai dengan kesetiaan dalam relasi-relasi kita. Apa saja implikasi sifat dapat dipercaya yang digambarkan dalam kitab Amsal ini di dunia kerja?
Pekerja Yang Dapat Dipercaya Setia pada Tanggung Jawab Yang Dipercayakan padanya (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPeryaratan pertama dari dapat dipercaya adalah pekerjaan kita membawa kebaikan bagi orang-orang yang memercayai kita. Perempuan Pemberani bekerja bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang-orang di sekitarnya. Pekerjaannya membawa manfaat bagi pelanggannya (Amsal 31:14), komunitasnya (Amsal 31:20), keluarga intinya (Amsal 31:12,28) dan rekan-rekan kerjanya (Amsal 31:15). Dalam perekonomian Timur Dekat Kuno, bidang-bidang tanggung jawab ini semuanya menyatu dalam entitas ekonomi yang disebut “rumah tangga.” Seperti yang terjadi di banyak bagian dunia saat ini, banyak orang juga bekerja di tempat yang sama dengan tempat tinggal mereka. Sebagian anggota rumah tangga bekerja sebagai juru masak, tukang bersih-bersih, perawat/pengasuh, atau pengrajin kain, pandai besi, tukang kayu atau batu di ruangan-ruangan dalam rumah keluarga itu sendiri. Sebagian lainnya bekerja di ladang-ladang di dekat/luar rumah sebagai petani, penggembala atau buruh. “Rumah tangga” itu merujuk pada seluruh usaha produktif yang kompleks, juga merujuk pada keluarga besar, para pekerja yang dibayar, dan mungkin juga para budak yang bekerja dan tinggal di sana. Sebagai pengelola/ manajer rumah tangga, Perempuan Pemberani itu sangat mirip dengan seorang wirausaha atau eksekutif senior masa kini. Ketika ia “mengawasi segala urusan rumah tangganya” (Amsal 31:27), ia sedang memenuhi kewajiban yang dipercayakan padanya terhadap orang-orang yang bergantung pada usaha/pekerjaannya.
Ini tidak berarti kita tidak boleh bekerja untuk kepentingan diri sendiri juga. Kewajiban Perempuan Pemberani pada keluarganya dibalas dengan kewajiban keluarganya kepadanya. Ia patut mendapat bagian dari keuntungan usahanya untuk dipakainya bagi kepentingan diri sendiri. Perikop ini mengajarkan anak-anak dan suaminya serta seluruh masyarakat untuk menghargai dan memujinya. “Anak-anaknya bangun dan menyebutnya berbahagia; suaminya pun memuji dia…. Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang” (Amsal 31:28, 31).
Kewajiban yang dipercayakan pada kita tidak boleh membuat kita merugikan pemberi kerja atau majikan kita dalam usaha kita memenuhi kebutuhan sendiri. Kita mungkin berselisih dengan mereka atau mencoba menentang perlakuan mereka terhadap kita, tetapi kita tak boleh merugikan mereka. Sebagai contoh, kita tidak boleh mencuri (Amsal 29:24), merusak (Amsal 18:9) atau memfitnah (Amsal 10:18) agar dapat menyampaikan keluhan kita. Beberapa penerapan ini sangat jelas. Kita tidak boleh membebankan pada klien untuk jam-jam yang sebenarnya kita tidak bekerja. Kita tidak boleh merusak properti perusahaan atau menuduh majikan kita secara tidak benar. Merefleksikan prinsip ini akan membawa kita kepada implikasi dan pertanyaan yang lebih dalam. Apakah boleh mengacaukan produktivitas atau keharmonisan organisasi dengan tidak membantu saingan-saingan internal kita? Apakah akses untuk mendapat keuntungan pribadi—perjalanan, hadiah, barang dagangan gratis dan semacamnya— membuat kita mengarahkan bisnis ke pemasok tertentu dengan mengorbankan kepentingan terbaik perusahaan kita? Saling memenuhi yang menjadi kewajiban pekerja dan pemberi kerja merupakan persoalan yang serius.
Kewajiban yang sama berlaku pada organisasi yang memiliki kewajiban terhadap organisasi lain. Suatu perusahaan boleh saja bernegosiasi dengan pelanggannya untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Tetapi perusahaan tidak boleh mengambil keuntungan itu secara diam-diam, seperti yang dilakukan beberapa bank investasi ketika mereka menginstruksikan perwakilannya untuk merekomendasikan obligasi hipotek yang dijaminkan (CMO) sebagai investasi yang solid kepada nasabah, sementara pada saat yang sama menjual CMO itu dengan harapan nilainya akan turun.[1]
Takut akan Tuhan adalah standar yang diterapkan terhadap tanggung jawab yang dipercayakan. “Janganlah engkau menganggap dirimu bijak; takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan” (Amsal 3:7). Semua orang tergoda untuk melayani diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Itu adalah akibat dari Kejatuhan. Tetapi amsal ini berkata bahwa takut akan Tuhan—mengingat kebaikan-Nya pada kita, pemeliharaan-Nya atas segala sesuatu, dan keadilan-Nya ketika kita merugikan orang lain—akan menolong kita memenuhi kewajiban kita pada orang lain.
Pekerja Yang Dapat Dipercaya Itu Jujur (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiKejujuran adalah aspek lain dari sifat dapat dipercaya yang penting. Sedemikian pentingnya sampai sebuah amsal menyamakan kebenaran dengan hikmat itu sendiri. “Belilah kebenaran, dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian” (Amsal 23:23). Kejujuran itu terdiri dari mengatakan kebenaran maupun melakukan kebenaran.
Perkataan Yang Jujur
Amsal pasal 6 berisi daftar yang terkenal tentang tujuh hal yang dibenci Allah. Dua dari tujuh hal tersebut adalah bentuk ketidakjujuran: “lidah dusta” dan “seorang saksi dusta yang meniupkan kebohongan” (Amsal 6:16-19). Di sepanjang kitab Amsal, pentingnya mengatakan kebenaran selalu dikumandangkan.
Dengarlah, karena aku akan mengatakan hal-hal yang mulia dan akan membuka bibirku tentang hal-hal yang benar. Karena lidahku mengatakan kebenaran, dan kefasikan itu menjijikkan bagi bibirku. (Amsal 8:6-7)
Saksi yang setia menyelamatkan hidup, tetapi siapa meniupkan kebohongan adalah pengkhianat. (Amsal 14:25).
Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah uap yang lenyap dari orang yang mencari maut. (Amsal 21:6)
Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang meniupkan kebohongan tidak akan terlepas. (Amsal 19:5)
Jangan menjadi saksi terhadap sesamamu tanpa sebab, dan menipu dengan bibirmu. (Amsal 24:28)
Siapa menyembunyikan kebencian, dusta bibirnya; siapa memfitnah, dialah orang bebal. Dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, ia berakal budi. (Amsal 10:18-19)
Siapa mengatakan kebenaran, menyatakan apa yang adil, tetapi saksi dusta menyatakan tipu daya. Ada orang yang mulutnya lancang seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. Bibir kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta hanya untuk sekejap mata. Tipu daya ada dalam hati orang yang merencanakan kejahatan, tetapi orang yang menyarankan damai mendapat sukacita. (Amsal 12:17-20)
Orang yang dusta bibirnya menjijikkan bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia disenangi-Nya. (Amsal 12:22)
Bagaikan gada, atau pedang, atau anak panah yang tajam, demikianlah orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya. (Amsal 25:18).
Pembenci berpura-pura dengan bibirnya, tetapi dalam hatinya terkandung tipu daya. Apabila ramah perkataannya, janganlah percaya padanya, karena tujuh hal yang menjijikkan ada dalam hatinya. (Amsal 26:24-25)
Meskipun Alkitab memaklumi kebohongan dan penipuan dalam situasi-situasi tertentu (seperti kebohongan pelacur Rahab di Yosua 2:1, kebohongan para bidan Ibrani kepada Firaun di Keluaran 1:15-20, kebohongan Daud kepada imam di 1 Samuel 21:1-3), kitab Amsal tidak memperbolehkan ada dusta atau penipuan dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Intinya bukan sekadar berdusta itu salah, namun mengatakan kebenaran itu juga sangat penting. Kita tidak berdusta bukan terutama karena ada aturan yang melarang hal itu, tetapi karena takut akan Allah membuat kita mencintai kebenaran.
Dusta itu merusak dan pada akhirnya akan mendatangkan hukuman dan kematian.[1] Kita diperingatkan bukan saja untuk menjauhi dusta, tetapi juga untuk berhati-hati terhadap pendusta di sekitar kita. Jangan sampai kita terjerat oleh dusta mereka. Kita bahkan juga perlu menyadari bahwa kita sendiri mungkin cenderung percaya pada dusta yang kita dengar. Seperti gosip (yang seringkali merupakan kebohongan yang dibungkus tisu kebenaran), kita mendapati dusta itu menarik kita ke dalam lingkaran orang-orang yang tahu sesuatu dan kita menyukainya; atau karena kesesatan kita sendiri, kita ingin memercayai dusta itu. Tetapi amsal-amsal memperingatkan kita dengan keras agar menjauhi orang-orang yang berdusta. Tempat kerja yang hanya mengatakan kebenaran (dengan kasih, baca Efesus 4:15) adalah impian, tetapi Allah memanggil kita untuk berada di antara orang-orang yang menjauhi lidah dusta.
Sekitar separuh kitab Amsal melarang secara khusus tentang bersaksi dusta, yang menggemakan Hukum Kesembilan (Keluaran 20:16). Jika menyesatkan orang lain merupakan hal yang tidak benar, bersaksi dusta tentang orang lain merupakan kejahatan yang “tidak akan luput dari hukuman” (Amsal 19:5). Kesaksian palsu adalah sebuah penyerangan langsung terhadap orang yang tidak bersalah. Namun bisa jadi merupakan bentuk kebohongan yang paling lazim di dunia kerja, barangkali hanya nomor dua setelah iklan palsu. Jika iklan palsu setidaknya diarahkan ke luar (para pelanggan) yang mengetahui bahwa mereka harus waspada terhadap berbagai teknik penjualan dan biasanya memiliki sumber-sumber informasi lain, kesaksian palsu biasanya merupakan serangan terhadap rekan kerja, yang kemungkinan akan diterima begitu saja di dalam organisasi itu. Ini terjadi ketika kita mencoba mengubah kesalahan atau kredit dengan memberitakan secara tidak benar peran dan tindakan orang lain. Tindakan ini tidak hanya merugikan orang yang kita beritakan secara tidak benar, tetapi juga seluruh organisasi, karena organisasi yang tidak mengetahui secara akurat alasan-alasan keberhasilan dan kegagalannya saat itu tidak akan dapat membuat perubahan-perubahan yang diperlukan untuk peningkatan dan penyesuaian. Ibarat menembak seseorang di kapal selam, bukan hanya si korban saja yang akan celaka, tetapi kapal dan seluruh awaknya pun akan tenggelam. Untuk pembahasan lebih lanjut tentang kejujuran dalam Alkitab, lihat artikel Truth & Deception di https://www.teologikerja.org/.
Perbuatan Yang Jujur
Bukan hanya perkataan, tetapi perbuatan juga bisa benar atau palsu. “Orang benar benci kepada dusta, tetapi tindakan orang fasik busuk dan memalukan.” (Amsal 13:5, penekanan ditambahkan). Bentuk perbuatan tidak jujur yang paling menonjol di dalam kitab Amsal adalah penggunaan timbangan dan neraca yang salah. “Timbangan dan neraca yang betul adalah kepunyaan Tuhan, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya” (Amsal 16:11). Sebaliknya, “Neraca yang curang menjijikkan bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat” (Amsal 11:1). “Dua macam batu timbangan menjijikkan bagi TUHAN, dan neraca curang itu tidak baik” (Amsal 20:23). Timbangan dan neraca yang salah merujuk pada tindakan menipu pelanggan tentang produk yang dijual. Memberi label produk dengan tidak sesuai, mengurangi kualitas yang dijanjikan, dan memberi keterangan yang tidak benar tentang sumber atau asalnya—selain jelas-jelas memalsukan jumlahnya—adalah contoh-contoh jenis ketidakjujuran ini. Praktik-praktik seperti ini menjijikkan bagi Allah.
Ada beberapa alasan praktis untuk bertindak jujur. Dalam jangka pendek, perbuatan tidak jujur bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar, tetapi dalam jangka panjang, klien atau pelanggan akan mengetahuinya dan mengalihkan bisnisnya ke tempat lain. Namun yang terutama, rasa takut akan Allahlah yang akan melingkupi kita, bahkan ketika kita berpikir kita bisa lolos saat berlaku tidak jujur pada tataran manusia. “Dua macam batu timbangan, dua macam takaran, keduanya menjijikkan bagi TUHAN” (Amsal 20:10).
Selain timbangan dan neraca yang salah, ketidakjujuran di tempat kerja juga bisa dilakukan dengan cara lain. Salah satu contohnya dari Perjanjian Lama berkaitan dengan kepemilikan tanah, yang disahkan dengan penanda batas. Orang yang tidak jujur bisa secara diam-diam menggeser penanda batas itu untuk memperluas tanahnya sendiri dan merugikan tetangganya. Kitab Amsal mengutuk tindakan tidak jujur seperti itu. “Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, dan memasuki ladang anak-anak yatim. Karena penebus mereka kuat, Dialah yang membela perkara mereka melawan engkau” (Amsal 23:10-11). Kitab Amsal tidak menyebutkan semua jenis tindakan tidak jujur yang mungkin dilakukan di Israel kuno, apalagi dalam kehidupan kita saat ini. Tetapi prinsip bahwa di mata Allah perbuatan tidak jujur sama menjijikkannya dengan perkataan tidak jujur sudah ditegaskan.
Seperti apakah kejujuran—dalam perkataan maupun perbuatan—di tempat kerja masa kini? Jika kita ingat bahwa kejujuran adalah salah satu aspek dari sifat dapat dipercaya, maka kriteria kejujuran itu menjadi, “Dapatkah orang memercayai yang saya katakan dan lakukan?” bukannya “Apakah secara teknis hal itu benar?” Ada beberapa cara yang dapat menghancurkan kepercayaan tanpa melakukan yang jelas jelas kecurangan. Kontrak dapat diubah atau dikaburkan untuk memberi keuntungan secara tidak adil kepada pihak yang memiliki pengacara paling hebat. Produk-produk dapat dijelaskan dengan istilah-istilah yang menyesatkan, seperti “menambah energi” pada label makanan yang hanya berarti “mengandung kalori.” Pada akhirnya, menurut Amsal, Allah akan membela orang-orang yang dicurangi dan tidak akan mentolerir tindakan-tindakan semacam ini (Amsal 23:11). Sementara itu, pekerja yang bijak— yang saleh—akan menghindari tindakan-tindakan semacam itu.
Kitab Amsal membahas tema kejujuran secara berulang-ulang. “Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya” (Amsal 11:3). “Roti hasil tipuan sedap rasanya, tetapi kemudian mulutnya penuh dengan kerikil” (Amsal 20:17). Sebuah amsal yang menggelikan menunjukkan bentuk kecurangan yang lain: “‘Jelek! Jelek!’ kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya” (Amsal 20:14). Dengan sengaja menjatuhkan produk yang kita inginkan agar harganya bisa turun, lalu menyombongkan diri atas “harga sangat murah” yang kita dapatkan juga merupakan bentuk ketidakjujuran. Di dunia tawar-menawar antara penjual dan pembeli yang berpengetahuan luas, tindakan ini mungkin lebih merupakan hiburan daripada pelecehan. Tetapi dalam pemutarbalikan fakta secara tersamar yang modern —seperti ketika seorang kandidat politik berusaha meyakinkan para pemilih berbahasa Inggris bahwa ia keras mengenai imigrasi, sembari juga berusaha meyakinkan para pemilih dari kelompok Hispanik tentang hal yang sebaliknya— tindakan itu menyingkapkan kecurangan di balik kesengajaan menyampaikan realitas yang tidak benar.
Pekerja Yang Bijak Itu Rajin (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani itu rajin. Kitab Amsal menggambarkan kerajinannya dalam tiga hal: 1) Kerja keras; 2) Rencana Jangka Panjang; 3) Profitabilitas (kemampuan mendapat keuntungan). Sebagai akibat dari kerajinannya dalam tiga hal ini, ia yakin akan masa depan.
Pekerja Yang Rajin Bekerja Keras (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani “senang bekerja dengan tangannya” (Amsal 31:13), yang berarti ia memilih, atas kemauannya sendiri, untuk bekerja tak kenal lelah dalam mencapai tujuan-tujuan keluarga. “Ia bangun ketika masih gelap” (Amsal 31:15). “Ia membuat pakaian dari linen dan menjualnya” (Amsal 31:24). “Dari hasil tangannya ia membuka kebun anggur” (Amsal 31:16). Secara keseluruhan ini berarti banyak pekerjaan.
Di dalam ekonomi pertanian, hubungan antara kerja keras dan kesejahteraan mudah dilihat. Selama mereka memiliki akses ke lahan untuk bercocok tanam, petani yang bekerja keras akan menghasilkan jauh lebih baik daripada petani yang malas. Kitab Amsal berkata jelas bahwa pekerja yang malas pada akhirnya akan gagal.
Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. Siapa mengumpulkan di musim panas, ia anak yang berakal budi; siapa tidur di waktu panen, ia anak yang membuat malu. (Amsal 10:4-5)
Aku melewati ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi. Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan semak duri, dan temboknya sudah roboh. Aku memandang dan memperhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran. "Sebentar-sebentar tidur, sebentar-sebentar mengantuk, sebentar-sebentar melipat tangan untuk tetap berbaring," maka datanglah kemiskinan seperti penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata. (Amsal 24:30-34)
Dalam dunia Timur Dekat kuno, kerja keras mendatangkan kemakmuran, tetapi satu minggu saja kemalasan di musim panen bisa berarti kelaparan di musim dingin.
Perekonomian modern (setidaknya di negara maju) bisa menutupi efek ini dalam jangka pendek. Pada saat-saat baik, ketika hampir semua orang bisa menemukan pekerjaan, pekerja yang malas juga bisa memiliki pekerjaan dan kelihatan hampir sama baiknya dengan pekerja yang rajin. Demikian pula, pada saat ekonomi cenderung lesu (dan pada setiap saat di banyak negara berkembang), orang yang bekerja keras juga mungkin tidak lebih berhasil dari orang yang malas dalam mendapatkan pekerjaan. Dan pada setiap saat, upah atas kerja keras juga bisa ditumpulkan oleh diskriminasi, kekuasaan senioritas, perjanjian serikat pekerja, atasan yang pilih kasih, nepotisme, kontrak “parasut emas” (perjanjian saat terjadi pengambil-alihan perusahaan atau merger), sistem penilaian kinerja yang buruk, “kebodohan” para manajer, dan banyak faktor lainnya.
Apakah ini membuat amsal tentang orang rajin yang bekerja keras menjadi usang? Tentu saja tidak, karena dua alasan. Pertama, dalam perekonomian modern pun, kerajinan biasanya dihargai di sepanjang kehidupan kerja. Ketika pekerjaan menjadi langka, adalah pekerja yang rajin yang kemungkinan besar akan dapat mempertahankan pekerjaannya atau lebih cepat mendapatkan pekerjaan baru. Kedua, motivasi utama bekerja rajin bukanlah untuk kemakmuran pribadi, tetapi takut akan Tuhan, sebagaimana juga yang telah kita lihat dalam amsal-amsal tentang kebajikan-kebajikan lainnya. Kita rajin karena Tuhan memanggil kita untuk melakukan tugas kita, dan rasa takut kita akan Dia memotivasi kita untuk bekerja rajin dalam pekerjaan kita.
Kemalasan atau tidak rajin dalam bekerja itu merusak. Semua orang yang pernah memiliki pengalaman bersama rekan kerja yang malas bisa menghargai amsal yang pedas ini: “Seperti cuka bagi gigi dan asap bagi mata, demikianlah si pemalas bagi orang yang menyuruhnya” (Amsal 10:26). Kita tidak suka terperangkap dalam tim yang sama dengan orang-orang yang tidak mau memikul tanggung jawab mereka.
Pekerja Yang Rajin Merancang untuk Jangka Panjang (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani membuat rencana-rencana ke depan. “Dari jauh ia mendatangkan makanannya” (Amsal 31:14), artinya ia tidak bergantung pada kenyamanan membeli di menit terakhir yang kualitas dan harganya patut dipertanyakan. Ia “membeli ladang sesudah mempertimbangkannya” (Amsal 31:16), menyelidiki potensinya untuk jangka panjang. Ia merencanakan untuk menanami ladang ini menjadi kebun anggur (Amsal 31:16), dan kebun anggur tidak menghasilkan panen pertamanya sampai dua atau tiga tahun setelah ditanam.[1] Intinya, ia membuat keputusan-keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi jangka panjangnya. Amsal 21:5 berkata “Rancangan orang rajin pasti mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa pasti mengalami kekurangan.”
Perencanaan yang bijak menuntut membuat keputusan-keputusan untuk jangka panjang, seperti terlihat misalnya pada siklus pengelolaan aset pertanian.
Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan ternakmu. Sebab, harta benda tidak abadi dan mahkota tidak turun-temurun. Kalau rumput lenyap dan tunas muda tampak, dan tumbuh-tumbuhan di gunung dikumpulkan, maka engkau mempunyai domba-domba muda untuk pakaianmu dan kambing-kambing jantan untuk membeli ladang, cukup susu kambing untuk makananmu dan makanan keluargamu, serta untuk kehidupan pelayan-pelayanmu perempuan. (Amsal 27:23-27)
Seperti Perempuan Pemberani yang menanam pohon anggur, gembala yang bijak berpikir bertahun-tahun ke depan, demikian pula raja atau gubernur bijaksana memiliki pandangan jangka panjang. “Karena orang yang berpengertian dan berpengetahuan bertahanlah ketertiban” (Amsal 28:2). Kitab Amsal juga memakai semut sebagai contoh kerajinan jangka panjang.
Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah kelakuannya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpin, pengatur atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Sebentar-sebentar tidur, sebentar-sebentar mengantuk, sebentar-sebentar melipat tangan untuk tetap berbaring", maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata. (Amsal 6:6-11)
Perencanaan ke depan di tempat kerja memiliki berbagai bentuk. Perencanaan keuangan disebutkan di Amsal 24:27: “Bereskanlah pekerjaanmu di luar, siapkanlah itu bagimu di ladang; kemudian barulah engkau mendirikan rumahmu.” Dengan kata lain, jangan mulai membangun rumahmu sebelum ladangmu menghasilkan cukup dana yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek pembangunanmu. Yesus menyebutkan hal ini di Lukas 14:28-30: “Siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, apakah uangnya cukup untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Jangan sampai, setelah ia meletakkan dasarnya namun tidak mampu menyelesaikannya, semua orang yang melihatnya, mengejek dia dan berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak mampu menyelesaikannya.”
Ada banyak bentuk-bentuk perencanaan lainnya, dan kita tak dapat menganggap kitab Amsal sebagai buku panduan perencanaan perusahaan modern. Tetapi kita dapat melihat kembali di dalam amsal-amsal itu hubungan antara hikmat, dalam bentuk perencanaan, dengan karakter Allah.
Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. (Amsal 16:1)
Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana. (Amsal 19:21)
Allah merancang dalam jangka waktu yang sangat panjang, dan kita pun sebaiknya membuat rancangan ke depan juga. Namun kita harus tetap rendah hati dengan rencana-rencana kita. Tidak seperti Allah, kita tak punya kuasa untuk mewujudkan semua rencana kita. “Janganlah memuji diri tentang esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu” (Amsal 27:1). Kita merencanakan dengan bijak, berkata-kata dengan rendah hati, dan hidup dalam pengharapan bahwa rencana-rencana Allah adalah kerinduan terbesar kita.
Memerhatikan konsekuensi-konsekuensi jangka panjang bisa jadi imerupakan keterampilan terpenting yang perlu kita kembangkan untuk bisa berhasil. Sebagai contoh, riset psikologi menunjukkan bahwa kemampuan untuk menunda kepuasan—yaitu, kemampuan membuat keputusan berdasarkan hasil jangka panjang—merupakan prediksi keberhasilan di sekolah yang jauh lebih baik daripada IQ.[2] Sayangnya, orang Kristen tampaknya kadang memakai ayat-ayat seperti “Janganlah khawatir tentang hari esok” (Matius 6:34) untuk diartikan, “Janganlah merancang untuk hari esok.” Kitab Amsal—dan juga perkataan Yesus sendiri—menunjukkan bahwa hal ini tidak benar dan memanjakan diri sendiri. Sesungguhnya, seluruh kehidupan Kristen, dengan pengharapannya akan kedatangan Kristus kembali untuk menyempurnakan kerajaan Allah, adalah kehidupan yang berencana untuk jangka panjang.
Pekerja Yang Rajin Berkontribusi pada Keuntungan Perusahaan (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani memastikan pekerjaan tangannya dapat dipasarkan. Ia tahu apa yang dibeli para pedagang (Amsal 31:24), memilih bahan-bahan materinya dengan teliti (Amsal 31:13), dan bekerja tak kenal lelah untuk menjamin produk yang berkualitas (Amsal 31:18b). Upah yang diperolehnya adalah “usahanya menguntungkan” (Amsal 31:18a), dan ia dapat menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh keluarga dan masyarakat. Amsal berkata jelas bahwa seorang pekerja yang rajin berkontribusi pada keuntungan keseluruhan usaha. “Rancangan orang rajin pasti mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa pasti mengalami kekurangan” (Amsal 21:5). Contoh kebalikannya tampak pada Amsal 18:9, “Orang yang bermalas-malasan dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara si perusak.” Pekerja yang malas tidak lebih baik dari orang yang sengaja berencana menghancurkan perusahaan. Semua amsal ini mengantisipasi perumpamaan Yesus tentang talenta (Matius 25:14-30).
Jika kita mengerti bahwa amsal-amsal tentang keuntungan ini didasarkan pada karakter Allah, kita dapat melihat bahwa Allah mau kita bekerja secara menguntungkan. Tidak cukup kita hanya menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pada kita. Kita juga harus memikirkan apakah pekerjaan kita benar-benar menambah nilai pada bahan materi, modal, dan tenaga kerja yang dikeluarkan. Dalam sistem perekonomian terbuka, persaingan dapat membuat hal mencari keuntungan sangat menantang. Orang yang tidak rajin—malas, berpuas diri, atau memanjakan diri—bisa dengan cepat mengalami kerugian, kebangkrutan, dan kehancuran. Orang yang rajin—bekerja keras, kreatif, fokus—bisa memberikan pelayanan yang baik ketika mereka dapat membuat bisnis mereka berjalan lancar dan menguntungkan.
Orang Kristen tidak selalu menyadari pentingnya keuntungan dari perspektif alkitabiah. Bahkan keuntungan sering dipandang dengan curiga dan dibicarakan dalam retorika “orang vs. keuntungan.” Ada kecurigaan bahwa keuntungan itu tidak diperoleh dengan mengolah bahan materi dan menciptakan sesuatu yang lebih berharga, tetapi dengan memperdaya pembeli, pekerja, atau pemasok. Kecurigaan ini muncul dari kurangnya pemahaman tentang bisnis dan ekonomi. Kritik yang betul-betul alkitabiah terhadap bisnis bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “Keuntungan-keuntungan macam apa?” “Dari mana asal keuntungan itu?” “Apakah keuntungan itu didapat dengan cara memonopoli atau mengintimidasi atau menipu?” dan “Bagaimana keuntungan itu dibagi di antara para pekerja, manajer, pemilik, pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan dan perpajakan?” Hal ini akan menyemangati dan menghargai para pekerja dan bisnis-bisnis yang menghasilkan keuntungan yang sehat dalam pekerjaan mereka. (Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai topik ini lihat artikel Economics and Society).
Tidak semua pekerja berada dalam posisi mengetahui apakah pekerjaan mereka memberi keuntungan. Karyawan di perusahaan besar kemungkinan tidak banyak tahu apakah pekerjaan tertentu mereka memberi kontribusi positif pada profitabilitas perusahaan. Profitabilitas, dalam arti akuntansi, tidak berperan penting dalam dunia pendidikan, pemerintahan, perusahaan nirlaba, dan rumahtangga. Tetapi semua pekerja dapat memerhatikan bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi pada pencapaian misi organisasi, apakah nilai yang mereka tambahkan lebih besar dari gaji dan sumber daya lain yang mereka dapatkan. Melakukan hal ini juga merupakan bentuk pelayanan kepada Tuhan.
Pengelolaan rumah tangga Perempuan Pemberani yang menguntungkan menuai pujian yang luar biasa. “Ia jauh lebih berharga daripada permata” (Amsal 31:10). Ini bukan sekadar metafora sentimental. Ini benar secara literal. Perusahaan yang berjalan baik tentu saja dapat menghasilkan keuntungan dari tahun ke tahun yang jauh melebihi nilai permata dan simpanan kekayaan lainnya.
Pekerja Yang Rajin Dapat Tertawa tentang Hari Depan (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiKerajinan Perempuan Pemberani memberinya kegairahan akan hari depan. “Kekuatan dan kehormatan menjadi pakaiannya, ia tertawa tentang hari depan” (Amsal 31:25). Meskipun amsal bukanlah janji tentang kemakmuran pribadi, tetapi secara umum, kerajinan kita biasanya akan mengantar ke masa depan yang lebih baik.
Siapa mengerjakan tanahnya, akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar hal yang sia-sia, tidak berakal budi. (Amsal 12:11)
Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan. (Amsal 28:19)
Tangan orang rajin akan memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa. (Amsal 12:24)
Kerajinan bukanlah jaminan untuk memiliki masa depan yang tanpa kesusahan atau bahkan bencana (lihat Ayub dan Kerja di https://www.teologikerja.org/). Tetapi orang bijak memercayai Allah tentang masa depan, dan orang rajin dapat bersandar pada keyakinan bahwa mereka sudah melakukan yang Allah mau mereka lakukan untuk diri mereka sendiri, keluarga mereka dan masyarakat mereka.
Pekerja Yang Bijak Itu Cerdik (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani memberi teladan kemampuan mengambil keputusan yang luar biasa dalam pekerjaannya. Kitab Amsal menggambarkan kebajikan ini sebagai “berakal budi” (Amsal 19:14), atau “cerdas” (Amsal 1:4). Kita mungkin cenderung menganggap orang cerdik sebagai orang yang suka memanfaatkan orang lain, tetapi di dalam kitab Amsal, cerdik mengandung arti memanfaatkan sumber daya dan situasi dengan sebaik-baiknya. Jika kita memahami kecerdikan sebagai “Persepsi yang cerdas dan berpengertian, dan kemampuan mengambil keputusan yang realistis”[1] maka kita menemukan jenis hikmat yang cerdik yang Allah maksudkan untuk para pekerja.
Pekerja Yang Cerdik Menggunakan Persepsi dan Pertimbangan Yang Cermat
Kecerdikan Perempuan Pemberani ini ditunjukkan dengan persepsinya yang cermat dalam menyediakan bahan-bahan materinya. “Ia mencari bulu domba dan rami… Ia seperti kapal saudagar” (Amsal 31:13-14). Pengusaha pabrik atau pengrajin saat ini bisa jadi cerdik dalam memilih bahan-bahan materi, tetapi bisa juga tidak bijak dalam memilih bahan-bahan materi yang tidak bertahan lama. Investasi-investasi di bidang riset dan pengembangan, analisis pasar, logistik, kemitraan strategis dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan hasil yang besar di masa mendatang. Di level individu, pertimbangan yang baik tak ternilai harganya. Di level perusahaan, penasihat investasi yang dapat menyandingkan kebutuhan-kebutuhan masa depan klien dengan berbagai risiko dan manfaat yang melekat pada berbagai sarana investasi sedang melakukan pelayanan yang baik.
Pekerja Yang Cerdik Menyiapkan Diri terhadap Segala Kemungkinan Yang Bisa Terjadi
Perempuan Pemberani “tidak khawatir akan seisi rumahnya ketika salju turun, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. Ia membuat permadani bagi dirinya, linen halus dan kain ungu pakaiannya” (Amsal 31:21-22). Persiapan-persiapan materinya mencakup semua kemungkinan yang terjadi untuk datangnya cuaca musim dingin. Ia menyiapkan berbagai macam pakaian dan “permadani” (selimut atau penutup) yang mungkin dibutuhkan keluarganya, apapun yang terjadi dalam musim itu. Deskripsinya menunjukkan bahan yang halus atau mahal (“linen halus dan kain ungu”), dan kata Ibrani sanim yang dalam Alkitab bahasa Inggris diterjemahkan dengan “crimson” kemungkinan merupakan kesalahan penyalin saat menuliskan kata “double” (shenayim), yang berarti rangkap dan hangat.[2]
Perempuan ini waspada terhadap masalah-masalah yang mungkin terjadi dan menyiapkan solusi-solusinya sebelum masalah-masalah itu timbul. Pikirkan persiapan-persiapannya untuk suaminya. Di tengah dia mempersiapkan pakaian dan penutup, ia mengingat peran suaminya sebagai tokoh masyarakat: “Suaminya dikenal di pintu gerbang ketika duduk bersama para tua-tua negeri” (Amsal 31:23). Apa yang akan terjadi jika salju turun ketika suaminya sedang di tengah-tengah mengurusi masyarakat? Tak perlu khawatir, karena “seisi rumahnya”—termasuk suaminya—sudah berpakaian yang cocok untuk segala situasi. Sebuah gambaran masa kini mungkin bisa membuat hal ini sedikit lebih jelas. Bayangkan seorang negarawan terkemuka tiba-tiba dihadapkan pada hujan badai yang tak terduga. Ia langsung meraih topi lebarnya dan memadankannya dengan mantel dan sepatu bot yang serasi, sementara orang-orang di sekitarnya menutupi kepala mereka dengan koran bekas dan sepatu mereka yang rusak mengalirkan lumpur ke kaki mereka yang kedinginan.
Pekerja Yang Cerdik Mencari Nasihat yang Baik
Sebuah mitos yang masih terdengar di beberapa kalangan adalah bahwa para pemimpin yang paling cerdas akan memandang rendah nasihat. Kecerdasan mereka membuat mereka dapat melihat peluang-peluang yang tidak dapat dilihat orang lain. Memang benar bahwa hanya karena banyak orang memberi nasihat tentang sesuatu tidak berarti sesuatu itu pasti bijaksana. “Tidak ada hikmat dan pengertian, dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi TUHAN” (Amsal 21:30). Jika suatu gagasan buruk atau salah (“melawan Tuhan”), tidak ada paduan suara “yes-men” yang dapat membuatnya menjadi baik atau bijaksana.
Tetapi mitos tentang orang jenius yang sukses walau menolak semua nasihat pada kenyataannya jarang terjadi. Kreativitas dan keunggulan dibangun di atas berbagai sudut pandang. Inovasi memerhatikan hal-hal yang diketahui agar dapat melangkah ke hal-hal yang tidak diketahui, dan para pemimpin besar yang menolak hikmat konvensional biasanya sudah menguasainya lebih dahulu sebelum bergerak melewatinya. “Rancangan gagal kalau tidak ada musyawarah, tetapi terlaksana kalau banyak penasihat” (Amsal 15:22). Dan di Amsal 20:18 kita membaca, “Rancangan ditetapkan dengan pertimbangan, sebab itu berperanglah dengan siasat.” Orang bijak memakai kekuatan yang melengkapi dari orang lain, bahkan ketika menyerang masuk wilayah baru.
Pekerja Yang Cerdik Terus Meningkatkan Keterampilan dan Pengetahuannya
Perempuan Pemberani “mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya” (Amsal 31:17). Artinya, ia mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuannya dalam melakukan pekerjaannya. Ia membuat lengannya kuat; ia memperlengkapi dirinya dengan kekuatan. Orang cerdik terus meningkatkan keterampilan atau pengetahuannya.
Ketika ekonomi industri di negara maju membuka pintu bagi ekonomi teknologi, pelatihan dan pendidikan berkesinambungan menjadi hal yang mutlak diperlukan bagi pengusaha dan pekerja. Bahkan di banyak negara berkembang hal ini juga sedang menjadi tren. Pekerjaan yang Anda persiapkan untuk saat ini belum tentu akan menjadi pekerjaan yang akan Anda jalani 10 tahun mendatang. Pekerja yang cerdik menyadari hal ini dan terus mempelajari hal-hal baru untuk memperoleh kesempatan kerja di masa mendatang. Demikian pula, akan menjadi makin sulit bagi pemberi kerja untuk menemukan pekerja-pekerja yang memiliki keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam berbagai macam pekerjaan saat ini. Para individu, organisasi, dan masyarakat dengan kinerja terbaik adalah yang mengembangkan sistem pembelajaran seumur hidup yang efektif.
Pekerja Yang Bijak Itu Murah Hati (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani itu murah hati. “Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin” (Amsal 31:20). Kita sudah biasa mendengar kemurahan hati dipuji-puji dalam Alkitab, dan di sini Perempuan Pemberani juga dipuji-puji karena hal itu. Namun kita tak boleh mereduksi kemurahan hatinya hanya sebagai satu ciri perilaku yang menyenangkan dari kepribadiannya. Kemurahan hatinya adalah bagian yang penting dari pekerjaannya, sebagaimana dapat kita lihat dalam hubungan antara ayat-ayat Amsal 31:19 dan Amsal 31:20.
Tangannya [Ibrani. yade] ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya [kappe] memegang pemintal. (Amsal 31:19)
Ia memberikan tangannya [kap] kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya [yade] kepada yang miskin. (Amsal 31:20)
Dua kata Ibrani yang berbeda diterjemahkan sebagai “tangan” di dua ayat ini. Jika kita memerhatikan kata Ibrani aslinya, kita melihat kata-kata itu ditulis dengan urutan yade, kappe di ayat pertama, dan dengan urutan yang terbalik kap, yade di ayat kedua. (Kappe adalah bentuk jamak dari kap). Struktur “kiastik” ABBA ini merupakan hal yang umum di dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa seluruh struktur membentuk satu kesatuan pikiran. Dengan kata lain, pekerjaannya tak terpisahkan dari kemurahan hatinya. Karena ia berhasil dalam usaha pemintalan, ia memiliki sesuatu untuk dibagikan kepada orang miskin, dan sebaliknya, sifat murah hatinya adalah unsur penting dari kemampuannya sebagai seorang wirausaha/eksekutif.
Dengan kata lain, kitab Amsal menyatakan bahwa kemurahan hati dan kewajiban resmi tidaklah bertentangan. Bermurah hati kepada yang membutuhkan dari sumber daya keluarga tidak akan mengurangi kekayaan pemiliknya, tetapi justru akan meningkatkannya. Argumen yang kontra-intuitif ini muncul di sepanjang kitab Amsal. Banyak orang menahan kemurahan hatinya karena takut bahwa jika mereka memberi terlalu banyak, mereka tidak akan memiliki sisa yang cukup untuk diri mereka sendiri. Tetapi Amsal mengajarkan hal yang persis sebaliknya:
Ada yang gemar memberi, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara berlebihan, namun selalu kekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum. Siapa menahan gandum akan dikutuki orang, tetapi berkat turun atas kepala orang yang menjual gandum. (Amsal 11:24-26)
Siapa berbelaskasihan kepada orang miskin, memberi piutang kepada TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. (Amsal 19:17)
Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki. (Amsal 28:27)
Pekerja Yang Bijak Itu Adil (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiKitab Amsal tidak berhenti dengan memuji kemurahan hati, tetapi melanjutkan dengan menyatakan bahwa kepedulian terhadap orang miskin merupakan masalah keadilan. Pertama, kitab Amsal menyadari bahwa orang sering menjadi miskin karena orang kaya dan berkuasa menipu atau menindas mereka. Atau, jika mereka sudah miskin, mereka menjadi sasaran empuk dari penipuan atau penindasan selanjutnya. Hal ini menjijikkan bagi Allah dan Dia akan mendatangkan hukuman kepada orang-orang yang melakukan hal itu.
Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa berbelas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. (Amsal 14:31)
Orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja. (Amsal 22:16)
Janganlah merampasi orang lemah karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang miskin di pintu gerbang. Sebab TUHAN membela perkara mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka. (Amsal 22:22-23)
Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan sirna. Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan orang miskin. (Amsal 22:8-9)
Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan laba, mengumpulkan itu untuk orang yang berbelas kasihan kepada orang lemah. (Amsal 28:8)
Kesimpulannya ada di Amsal 16:8, “Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran daripada penghasilan banyak tanpa keadilan.”
Kedua, sekalipun Anda tidak mencurangi atau menindas orang miskin, keadilan Allah menuntut Anda untuk melakukan yang dapat Anda lakukan untuk memberi keadilan bagi mereka, dimulai dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka yang mendesak.
Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru. (Amsal 21:13)
Siapa menghina sesamanya berbuat dosa, tetapi berbahagialah orang yang berbelas kasihan kepada orang yang miskin. (Amsal 14:21)
Janganlah menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: "Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi," sedangkan yang diminta ada padamu. (Amsal 3:27-28)
Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya; siapa bergembira atas malapetaka tidak akan luput dari hukuman. (Amsal 17:5)
Menganggap menolong orang miskin sebagai masalah keadilan, bukan kemurahan hati semata, tidaklah mengherankan jika kita ingat bahwa hikmat berdasar pada takut akan Tuhan. Artinya, hikmat terdiri dari hidup yang takut akan Allah sehingga kita rindu melakukan yang Dia rindukan bagi dunia. Allah itu adil. Allah ingin orang-orang miskin diperhatikan dan kemiskinan dientaskan. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi Allah, kita akan peduli pada orang-orang yang dikasihi Allah. Dengan demikian, menolong orang miskin dan berupaya mengentaskan kemiskinan adalah masalah keadilan.
Perhatikan bahwa banyak dari amsal-amsal ini menganggap ada kontak pribadi antara yang kaya dan yang miskin. Kemurahan hati bukan hanya tentang mengirim sumbangan, tetapi tentang bekerja dan barangkali juga hidup berdampingan dengan orang-orang miskin. Ini bisa berarti berusaha merobohkan “tembok-tembok” pemisah di antara masyarakat miskin dan kalangan menengah atau orang-orang kaya dalam perumahan, perbelanjaan, pendidikan, pekerjaan dan politik. Apakah Anda setiap hari berhubungan dengan orang-orang dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi dan lebih rendah? Jika tidak, dunia Anda mungkin terlalu sempit.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?
Kita bisa melihat betapa kemurahan hati dan keadilan itu penting bagi pekerja individu, tetapi bagaimana dengan perusahaan? Apakah ada penerapan-penerapan yang bisa diberlakukan di perusahaan-perusahaan? Sebagian besar kitab Amsal berurusan dengan individu, tetapi bagian tentang Perempuan Pemberani membicarakannya sebagai manajer perusahaan keluarga. Dan seperti yang telah kita lihat, kemurahan hatinya bukanlah penghambat dalam pekerjaannya, tetapi unsur yang penting dalam pekerjaannya.
Sayangnya, sebagian perusahaan/bisnis saat ini tampaknya kurang memiliki bayangan atau keterampilan yang diperlukan untuk beroperasi dengan cara yang menguntungkan pemegang saham tetapi juga bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Contohnya termasuk perusahaan-perusahaan yang mencoba mencurangi atau menindas orang miskin, menekan masyarakat miskin dan lemah untuk menjual properti di bawah nilai yang seharusnya, memanfaatkan ketidaktahuan atau informasi yang salah untuk menjual produk yang meragukan, dan memeras keuntungan jangka pendek yang berlebihan dari orang-orang yang rentan atau tak punya pilihan.
Mengapa perusahaan-perusahaan itu percaya bahwa merebut kekayaan dari orang lain adalah satu-satunya—atau cara terbaik—untuk mendapatkan keuntungan? Apakah ada buktinya bahwa pendekatan zero-sum (jumlah keuntungan satu pihak persis sama dengan kerugian pihak lain) dalam bisnis benar-benar meningkatkan laba pemegang saham? Berapa banyak dari tindakan seperti ini yang benar-benar menghasilkan profitabilitas atau kekuasaan jangka panjang yang lebih baik? Justru sebaliknya: perusahaan-perusahaan terbaik berhasil karena mereka menemukan cara yang berkelanjutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi pelanggan dan masyarakat, dan sekaligus memberi keuntungan luar biasa kepada karyawan, pemegang saham, dan pemberi pinjaman. Bisnis dan organisasi lain yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial juga memiliki keuntungan ketika mereka membutuhkan dukungan masyarakat, komitmen pekerja, dan perlindungan sosial dari berbagai ancaman ekonomi, politik, dan kompetisi.
Kebijakan Pemerintah?
Amsal juga menuntut keadilan dari institusi-institusi selain bisnis. Secara khusus, bidang pemerintahan mendapat banyak perhatian dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan raja-raja. Pesan yang disampaikan kepada mereka sama dengan pesan yang diberikan kepada dunia usaha. Pemerintah bisa kokoh untuk jangka panjang hanya jika mereka peduli pada orang miskin dan lemah, dan memberikan keadilan kepada mereka.
Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, takhtanya tetap kukuh untuk selama-lamanya. (Amsal 29:14)
Raja mempertahankan negeri dengan keadilan, tetapi seorang yang menuntut banyak pajak meruntuhkannya. (Amsal 29:4)
Singkirkanlah orang fasik dari hadapan raja, maka kokohlah takhtanya oleh keadilan. (Amsal 25:5)
Bibir yang benar disenangi raja, dan orang yang berbicara jujur akan dikasihi-Nya. (Amsal 16:13)
Melakukan kefasikan menjijikkan bagi raja, karena takhta menjadi kukuh oleh kebenaran .(Amsal 16:12)
Sama dengan semua hikmat, fondasi dari pemerintah yang bijaksana adalah takut akan Tuhan. “Karena aku para raja memerintah, dan para pembesar menetapkan keadilan” (Amsal 8:15).
Ketika berbicara kepada raja-raja, amsal-amsal itu tampaknya berlaku terutama untuk para pemimpin politik dan pegawai negeri di masyarakat modern. Tetapi di masyarakat demokratis, semua warganegara memiliki peran dalam pemerintahan dan kebijakan publik. Berhubungan dengan wakil-wakil kita dan memilih kandidat serta pertanyaan-pertanyaan untuk pemungutan suara yang membawa keadilan bagi orang miskin dan rentan adalah cara kita menegakkan keadilan yang lahir dari hikmat pada masa kini.
Persaingan?
Kitab Amsal bahkan memperluas tuntutan kemurahan hati dan keadilan kepada masalah persaingan dan perjuangan. “Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. Karena engkau akan membuatnya malu seperti menimbun bara api di atas kepalanya, dan TUHAN akan membalas kebaikan itu kepadamu.” (Amsal 25:21-22). Rasul Paulus mengutip amsal ini kata per kata di Roma 12:20, dan mengakhirinya dengan tantangan, “Janganlah dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Roma 12:21). Selain itu, “Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu bersukaria kalau ia terperosok” (Amsal 24:17). Apa? Apakah kita harus bermurah hati bahkan terhadap musuh? Paulus dan para penulis Amsal meyakini bahwa ketika kita melakukan hal itu, Tuhan akan memberi kita upah.
Apakah ini berlaku untuk sikap kita terhadap para pesaing kita, baik secara individu (seperti saingan-saingan dalam promosi jabatan) maupun sebagai perusahaan (seperti para kompetitor)? Amsal tidak membicarakan persaingan modern. Namun jika ayat-ayatnya menganjurkan pelayanan bahkan kepada musuh, masuk akal jika menyimpulkan bahwa kitab Amsal juga menganjurkan pelayanan kepada para pesaing/kompetitor. Hal ini tidak sama dengan kolusi atau oligarki. Dominasi ekonomi pasar yang hampir mencakup seluruh dunia tak ayal berhubungan dengan manfaat persaingan. Tetapi, meskipun memiliki aspek-aspek persaingan yang signifikan, bisnis, politik, dan bentuk-bentuk persaingan lainnya pada prinsipnya adalah bentuk-bentuk kerja sama. Masyarakat mendukung kompetisi agar semua orang bisa berkembang. Hukuman yang tepat atas kegagalan dalam berkompetisi bukanlah dihancurkan atau dijebloskan ke dalam kemiskinan, tetapi ditransformasikan atau dialihkan ke pekerjaan yang lebih produktif. Perusahaan-perusahaan bisa gulung tikar, tetapi para kompetitor mereka yang sukses tidak bisa memonopoli. Dalam pemilu ada yang menang dan ada yang kalah, tetapi pihak yang menang tidak bisa mengubah konstitusi untuk melarang partai yang kalah. Karier bisa naik turun, tetapi hukuman yang tepat untuk kegagalan bukanlah “Anda tak akan pernah bekerja di kota ini lagi,” melainkan “Bantuan apa yang Anda perlukan untuk menemukan hal yang lebih baik dan sesuai dengan talenta-talenta Anda?” Individu dan organisasi yang paling bijak belajar bagaimana terlibat dalam kompetisi yang memanfaatkan setiap partisipasi peserta secara maksimal dan menawarkan pendaratan lunak bagi orang-orang yang gagal dalam kontes hari ini, namun dapat memberi kontribusi yang berharga esok hari.
Pekerja Yang Bijak Menjaga Lidah (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPerempuan Pemberani berhati-hati dengan perkataannya dan dalam caranya berkata-kata. Kitab Amsal mengingatkan kita bahwa “Siapa menjaga mulut dan lidahnya, memelihara diri dari kesukaran” (Amsal 21:23). Terkadang, secara jenaka, amsal-amsal juga mengingatkan kita bahwa “Orang bodoh pun akan disangka bijak kalau ia diam, disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya” (Amsal 17:28).
Ada lebih banyak amsal tentang menjaga lidah daripada topik-topik lainnya. (Lihat Amsal 6:17, 6:24, 10:20, 10:31, 12:18, 12:19, 15:2, 15:4, 16:1, 17:4, 17:20, 18:21 , 21:6, 21:23, 25:15, 25:23, 26:28, 28:23, selain Amsal 31:26). Perkataan yang benar dan lemah lembut mendatangkan hikmat (Amsal 10:31), kesembuhan (Amsal 12:18), pengetahuan (Amsal 15:2), hidup/kehidupan (Amsal 15:4, 18:21), dan perkataan TUHAN (Amsal 16:1). Lidah dusta dan lidah yang tidak dijaga menumpahkan darah orang yang tak bersalah (Amsal 6:17), melukai hati (Amsal 15:4), berbuat jahat (Amsal 17:4), mendatangkan celaka (Amsal 17:20), kesukaran (Amsal 21:23) dan kemarahan (Amsal 25:23), mematahkan tulang (Amsal 25:15), mendatangkan kehancuran (Amsal 26:28) dan menjadi perangkap maut (Amsal 21:6).
Komunikasi dalam bentuk tertentu adalah bagian integral dari hampir semua pekerjaan. Selain itu, percakapan sosial di tempat kerja dapat meningkatkan, dapat juga merusak, relasi-relasi kerja. Apa yang diajarkan kitab Amsal tentang menggunakan lidah dengan bijaksana?
Pekerja Yang Bijaksana Menjauhi Gosip
Apakah gosip benar-benar sebuah masalah di tempat kerja atau apakah bergunjing itu hanya obrolan biasa? Kitab Amsal menunjukkan bahayanya. “Siapa bergunjing, membuka rahasia; sebab itu janganlah bergaul dengan orang yang bocor mulut” (Amsal 20:19). Gosip menimbulkan perselisihan. “Bibir orang bebal menimbulkan perbantahan, dan mulutnya berseru meminta pukulan. Orang bebal dibinasakan oleh mulutnya, bibirnya adalah jerat bagi nyawanya. Seperti makanan lezat perkataan pemfitnah masuk ke lubuk hati” (Amsal 18:6-8). “Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran. Bagaikan arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk memanaskan perbantahan” (Amsal 26:20-21). “Orang yang tidak berguna menggali lubang kejahatan, dan di bibirnya seolah-olah ada api yang menghanguskan. Orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat karib” (Amsal 16:27-28). Gosip melanggar kepercayaan, kebajikan dasar orang bijak. “Siapa menghina sesamanya, tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai, berdiam diri. Siapa menyebar fitnah, membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara” (Amsal 11:12-13).
Gosip melemparkan orang lain ke dalam situasi dipertanyakan, menimbulkan keraguan tentang integritas seseorang atau validitas suatu keputusan. Gosip menyuntikkan kejahatan pada motif-motif orang lain, yang dengan demikian menyingkapkan dirinya sebagai anak Bapa Pendusta. Gosip mengambil sesuatu yang dikatakan di luar konteks, salah mengartikan maksud pembicara, membuka yang seharusnya dirahasiakan, dan berupaya mengangkat si penggosip dengan mengorbankan orang lain yang tidak hadir untuk berbicara bagi dirinya sendiri. Tidak sulit untuk melihat betapa merusaknya kelakuan ini di tempat kerja. Entah gosip itu menimbulkan tanda tanya pada reputasi seseorang, atau pentingnya suatu proyek, atau posisi yang diambil atasan, bayangan yang disebarkan kata-kata semacam itu membuat semua orang di sekitar penggosip menjadi lebih waspada dan curiga. Hal ini tak pelak menimbulkan perpecahan di antara para pekerja, entah itu di kantor, di lantai pabrik, atau di ruang eksekutif. Tak heran jika rasul Paulus memasukkan gosip di dalam daftar dosa-dosa yang menjijikkan bagi Allah (Roma 1:29).
Pekerja Yang Bijaksana Berbicara Dalam Kebaikan, Bukan Marah
Perempuan Pemberani “membuka mulutnya dengan hikmat, ajaran kasih setia ada di lidahnya” (Amsal 31:26). Tak ada yang suka menerima ledakan amarah, maka dengan mudah kita dapat menyadari bahaya yang dituliskan di sejumlah amsal: “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah” (Amsal 15:1). “Akal budi membuat seseorang panjang sabar, dan kemuliaannya ialah memaafkan pelanggaran” (Amsal 19:11). “Pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang panjang sabar memadamkan perbantahan” (Amsal 15:18). “Orang yang sabar melebihi seorang pejuang, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota” (Amsal 16:32).
Keindahan amsal-amsal ini adalah karena memberi gambaran tentang orang yang bisa berhasil mengendalikan amarah juga. Kita harus “marah” (geram secara moral) terhadap dosa, namun kita tidak boleh membiarkan “kemarahan” (murka) mengendalikan kita. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu” (Efesus 4:26). Orang bijaksana memberikan jawaban yang lemah lembut, memaafkan kesalahan, dan meredakan perselisihan. “Ajaran kebaikan” (LAI: ajaran kasih setia) ada di lidah Perempuan Pemberani. Orang seperti itu “lebih baik daripada orang-orang perkasa.” Di tempat kerja, orang-orang seperti itu sangat dibutuhkan ketika kegusaraan meningkat atau kemarahan timbul.[1] Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita dapat menunjukkan buah Roh Allah ketika kita mengendalikan lidah kita, bukan saja dengan menjauhi ucapan kemarahan kita sendiri, tetapi juga dengan menjadi pengaruh yang menenangkan di dalam suasana yang kadang-menegangkan.
Pekerja Yang Bijaksana Memberkati Orang Lain
Berkat-berkat lidah yang bijaksana didasarkan pada realitas bahwa “Bagaikan apel emas di pinggan perak, demikianlah perkataan yang diucapkan pada waktu yang tepat. Bagaikan cincin emas dan hiasan kencana, demikianlah teguran orang bijak di telinga yang mendengar” (Amsal 25:11-12). Di tempat kerja, kita sering dikelilingi rekan-rekan kerja yang gelisah, dan perkataan yang baik bisa jadi merupakan hal yang tepat yang mereka butuhkan. “Kekhawatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia” (Amsal 12:25). Kita siap memberikan perkataan yang baik itu karena “lidah lembut adalah pohon kehidupan” (Amsal 15:4). Sesungguhnya “hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggunakannya akan memakan buahnya” (Amsal 18:21).
Di tempat kerja zaman elektronik seperti sekarang ini, “lidah” tidak hanya terbatas pada kata-kata yang dapat didengar saja. Gosip, kebohongan, dan kata-kata marah dapat tersebar dengan kecepatan cahaya melalui surel, blog, cuitan, dan media sosial. Kita dipanggil untuk peka, untuk menyadari bahwa hidup dan mati benar-benar dikuasai oleh kata-kata yang kita gunakan untuk menopang atau menentang satu sama lain di tempat kerja.
Pekerja Yang Bijak Itu Rendah Hati (Amsal)
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiKitab Amsal memuji kerendah-hatian, baik dalam sikap (tidak berbangga diri secara berlebihan) maupun dalam penggunaan uang (tidak belanja secara berlebihan). Kebajikan ini tidak tampak pada gambaran tentang Perempuan Pemberani. Tetapi sifat-sifat baik ini muncul dengan sangat kuat di bagian lain kitab Amsal dan sangat berkaitan langsung dengan pekerjaan, sehingga tidaklah adil bagi kitab ini jika kita tidak menyebutkannya.
Pekerja Yang Rendah Hati Tidak Sombong
“Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. Lebih baik merendahkan diri dengan orang miskin daripada membagi rampasan dengan orang congkak” (Amsal 16:18-19). Ayat 18 mungkin merupakan amsal yang paling terkenal di antara semuanya. Dan masih ada amsal-amsal lainnya.
Bila keangkuhan tiba, datang juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati. (Amsal 11:2)
Mata congkak dan hati sombong, yang menjadi pelita orang fasik, adalah dosa. (Amsal 21:4)
Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian. (Amsal 29:23)
Apakah perintah-perintah Amsal ini bertentangan dengan menghargai-diri sendiri? Tidak, amsal-amsal ini adalah panggilan untuk hidup dalam kekaguman dan rasa hormat pada Allah (“takut akan Allah”) sedemikian rupa sampai kita melihat diri kita sebagaimana diri kita yang sebenarnya dan dapat jujur pada diri sendiri tentang diri kita. Jika kita takut akan Allah, kita tak perlu takut lagi dengan citra-diri kita sendiri, dan kita dapat melepaskan diri dari usaha-usaha untuk meninggikan diri. Ini karena kita bersandar pada pemahaman bahwa Allah pada akhirnya akan menang atas dunia yang sudah rusak dan berdosa ini. Tuhan mengenal jalan orang benar—bahkan di tempat kerja. Pada akhirnya, Allah akan meninggikan orang-orang yang menaruh kepercayaannya kepada-Nya.
Pekerja Yang Rendah Hati Tidak Didorong Oleh Godaan Kekayaan
Agus, orang bijak kuno—narasumber dari kumpulan amsal menjelang kompilasi terakhir kitab ini—mewariskan doa bijak pada kita. “Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dariku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya jangan kalau aku kenyang, aku menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? atau kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (Amsal 30:7-9). Ini adalah kata-kata bijak untuk kita di dunia kerja, “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan.”
Kita bekerja untuk mencari nafkah, untuk menikmati kenyamanan dan keamanan dalam ukuran tertentu, untuk menafkahi keluarga kita dan untuk berkontribusi bagi orang miskin dan masyarakat luas. Apakah itu cukup atau apakah kita terdorong untuk berjuang untuk sesuatu yang lebih? Agur menghubungkan keinginan untuk sesuatu yang lebih dengan meninggalkan Allah dalam hidup kita, dengan mengabaikan Pencipta kita dan tujuan-tujuan-Nya untuk kita. Agur juga berdoa agar ia tidak hidup dalam kemiskinan, melainkan agar Allah memberinya makanan yang ia butuhkan. Ini adalah doa yang sah. Yesus mengajar kita berdoa, “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11).
Tetapi, jika kita menjadikan pekerjaan kita sebagai usaha mencari kekayaan yang terus bertambah banyak—dengan kata lain, serakah—kita telah meninggalkan jalan hikmat. Kita mungkin mencari kekayaan—secara disadari atau tidak—karena kekayaan tampaknya memberikan bukti nyata tentang kesuksesan dan harga diri kita. Tetapi kenyamanan dari kekayaan itu adalah khayalan. “Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya” (Amsal 18:11). “Orang kaya menganggap dirinya bijak, tetapi orang miskin yang berpengertian mengenal dia” (Amsal 28:11). Kenyataannya, kekayaan tidak membuat masalah-masalah berakhir. Kekayaan hanya mengganti masalah-masalah kemiskinan dengan masalah-masalah kekayaan. “Kekayaan adalah tebusan nyawa seseorang, tetapi orang miskin tidak akan mendengar ancaman” (Amsal 13:8). Kekayaan sebenarnya tidak dapat membuat kita merasa lebih aman. “Siapa mengandalkan kekayaannya akan jatuh” (Amsal 11:28). Kita harus waspada, terutama agar tidak mengorbankan kekayaan hidup demi mendapatkan kekayaan uang/ harta. “Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan ditimpa kekurangan” (Amsal 28:22). “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini” (Amsal 23:4). Secara khusus, orang bijak harus lebih mementingkan reputasi kejujuran mereka daripada rekening bank mereka. “Nama baik lebih berharga daripada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik daripada perak dan emas” (Amsal 22:1).
Amsal sendiri pada dasarnya tidak menentang kekayaan. Sesungguhnya, kekayaan itu dapat merupakan berkat. “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, jerih payah tidak akan menambahinya” (Amsal 10:22). Obsesi terhadap kekayaanlah yang menjadikannya berbahaya.
Setidaknya, amsal-amsal tentang kerendah-hatian mengingatkan kita bahwa penyelidikan kita tentang kitab ini melalui kacamata Perempuan Pemberani bisa menjadi pegangan yang berguna, tetapi ini belum memberikan keseluruhan kontribusi kitab ini pada teori dan praktik tentang bekerja. Semua amsal layak dipelajari lebih lanjut melampaui kilasan yang dilihat dalam tulisan ini! Kami mendorong orang-orang yang mendapat manfaat dari tulisan ini untuk melanjutkan membaca kitab Amsal untuk menemukan makna dan aplikasi-aplikasi lebih lanjut, serta merefleksikannya dalam pengalaman mereka sendiri dalam terang hikmat Allah.
Konklusi Kitab Amsal
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiPada akhirnya, kebiasaan-kebiasaan kerja kita dibentuk oleh karakter kita, yang pada gilirannya dibentuk oleh pengenalan kita akan wahyu Tuhan dan rasa takut kita akan Dia. Ketika kita mengenal Tuhan lebih dalam, karakter kita diubahkan menjadi seperti karakter Allah. Sungguh, “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN” (Amsal 9:10). Hikmat memberi hidup kepada semua aspek kehidupan, termasuk tempat kerja, tempat sebagian besar dari kita menghabiskan bagian terbesar dari waktu bangun kita. Hikmat memimpin kita kepada tindakan-tindakan yang dapat dipercaya, kerajinan, kecerdikan yang sehat, kemurahan hati, keadilan bagi yang membutuhkan, pengendalian ucapan kita, dan kepada kehidupan yang rendah hati. Dengan hikmat kita percaya Allah membentuk tujuan akhir kita dan mengendalikan akhir kita. “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3).
Indeks Ayat-ayat dan Tema-tema Pokok Kitab Amsal
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiAyat-ayat |
Tautan ke Bagian Pembahasan |
Ayat-ayat dari Kitab Amsal |
|
Amsal 1:1-2 - Amsal-amsal Salomo putra Daud, raja Israel, untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna. |
|
Amsal 1:2-7 – Untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna… Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. |
|
Amsal 1:4 – Untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda |
|
Amsal 1:4-5 – Untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda – baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu, dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan |
|
Amsal 1:5-6 - Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu, dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan -- untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan orang bijak dan teka-teki mereka. |
|
Amsal 1:20-33 – Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya… Siapa mendengarkan aku, ia akan tinggal dengan aman, aman dari kengerian akan malapetaka. |
|
Amsal 2:1, 5 - Hai Anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku dalam hatimu, … maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. |
|
Amsal 2:5-6 - Engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena TUHANlah yang memberi hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian. |
|
Amsal 2:6 - TUHANlah yang memberi hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian. |
|
Amsal 3:5 - Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri. |
|
Amsal 3:7 - Janganlah engkau menganggap dirimu bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan. |
|
Amsal 3:21 - Hai Anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan menjauh dari matamu, peliharalah itu. |
|
Amsal 3:24 - Engkau akan berbaring dan tidur nyenyak. |
|
Amsal 3:27-28 - Janganlah menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: "Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi," sedangkan yang diminta ada padamu. |
|
Amsal 4:11 - Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, Aku memimpin engkau di jalan yang lurus |
|
Amsal 6:6-11 – Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah kelakuannya dan jadilah bijak… “Sebentar-sebentar tidur, sebentar-sebentar mengantuk, sebentar-sebentar melipat tangan untuk tetap berbaring”, maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata |
|
Amsal 6:16 - Enam perkara ini yang dibenci TUHAN… |
|
Amsal 6:16-19 - Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan tujuh perkara yang menjijikkan bagi diri-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang meniupkan kebohongan dan menimbulkan pertengkaran saudara. |
|
Amsal 6:17 - Mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tak bersalah. |
|
Amsal 6:24 - Yang melindungi engkau dari perempuan jahat, dari kelicikan lidah perempuan binal. |
|
Amsal 8:6-7 - Aku akan mengatakan hal-hal yang mulia dan akan membuka bibirku tentang hal-hal yang benar. Karena lidahku mengatakan kebenaran, dan kefasikan itu menjijikkan bagi bibirku. |
|
Amsal 8:15 - Karena aku para raja memerintah, dan para pembesar menetapkan keadilan. |
|
Amsal 8:35-36 - Siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan TUHAN berkenan kepadanya. Tetapi siapa tidak mendapatkan aku, merugikan dirinya; semua orang yang membenci aku, mencintai maut. |
|
Amsal 9:10 - Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Maha Kudus adalah pengertian. |
|
Amsal 10:4-5 - Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. Siapa mengumpulkan di musim panas, ia anak yang berakal budi; siapa tidur di waktu panen, ia anak yang membuat malu. |
|
Amsal 10:18 - Siapa menyembunyikan kebencian, dusta bibirnya; siapa memfitnah, dialah orang bebal. |
|
Amsal 10:18-19 - Siapa menyembunyikan kebencian, dusta bibirnya; siapa memfitnah, dialah orang bebal. Dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, ia berakal budi. |
|
Amsal 10:20 - Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya |
|
Amsal 10:22 - Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, jerih payah tidak akan menambahinya. |
|
Amsal 10:26 - Seperti cuka bagi gigi dan asap bagi mata, demikianlah si pemalas bagi orang yang menyuruhnya. |
|
Amsal 10:31- Mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi lidah bercabang akan dikerat. |
|
Amsal 11:1 - Neraca yang curang menjijikkan bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat. |
|
Amsal 11:2 - Bila keangkuhan tiba, datang juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati |
|
Amsal 11:3 - Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya. |
|
Amsal 11:12-13 - Siapa menghina sesamanya, tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai, berdiam diri. Siapa menyebar fitnah, membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara. |
|
Amsal 11:24-26 - Ada yang gemar memberi, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara berlebihan, namun selalu kekurangan. …Siapa menahan gandum akan dikutuki orang, tetapi berkat turun atas kepala orang yang menjual gandum. |
|
Amsal 11:28 - Siapa mengandalkan kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda. |
|
Amsal 12:11- Siapa mengerjakan tanahnya, akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar hal yang sia-sia, tidak berakal budi. |
|
Amsal 12:17-20 - Siapa mengatakan kebenaran, menyatakan apa yang adil, tetapi saksi dusta menyatakan tipu daya. Ada orang yang mulutnya lancang seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. Bibir kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta hanya untuk sekejap mata. Tipu daya ada dalam hati orang yang merencanakan kejahatan, tetapi orang yang menyarankan damai mendapat sukacita. |
|
Amsal 12:18 - Ada orang yang mulutnya lancang seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. |
|
Amsal 12:19 - Bibir kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta hanya untuk sekejap mata |
|
Amsal 12:22 - Orang yang dusta bibirnya menjijikkan bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia disenangi-Nya. |
|
Amsal 12:24 - Tangan orang rajin akan memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa. |
|
Amsal 12:25 - Kekhawatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia. |
|
Amsal 13:5 - Orang benar benci kepada dusta, tetapi orang fasik busuk dan memalukan. |
|
Amsal 13:8 - Kekayaan adalah tebusan nyawa seseorang, tetapi orang miskin tidak akan mendengar ancaman. |
|
Amsal 14:16 - Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan. |
|
Amsal 14:21 - Siapa menghina sesamanya berbuat dosa, tetapi berbahagialah orang yang berbelas kasihan kepada orang yang miskin. |
|
Amsal 14:25 - Saksi yang setia menyelamatkan hidup, tetapi siapa meniupkan kebohongan adalah pengkhianat. |
|
Amsal 14:31 - Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa berbelas kasihan kepada orang miskin memuliakan Dia. |
|
Amsal 15:1 - Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan kemarahan. |
|
Amsal 15:2 - Lidah orang bijak membuat pengetahuan menarik, tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan. |
|
Amsal 15:3 - Mata TUHAN ada di segala tempat. |
|
Amsal 15:4 - Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati. |
|
Amsal 15:18 - Pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang panjang sabar memadamkan perbantahan |
|
Amsal 15:22 - Rancangan gagal kalau tidak ada musyawarah, tetapi terlaksana kalau banyak penasihat |
|
Amsal 16:1 - Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari TUHAN. |
|
Amsal 16:3 - Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu. |
|
Amsal 16:8 - Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, daripada penghasilan banyak tanpa keadilan. |
|
Amsal 16:11 - Timbangan dan neraca yang betul adalah kepunyaan TUHAN, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya. |
|
Amsal 16:12 - Melakukan kefasikan menjijikkan bagi raja, karena takhta menjadi kukuh oleh kebenaran |
|
Amsal 16:13 - Bibir yang benar disenangi raja, dan orang yang berbicara jujur akan dikasihi-Nya. |
|
Amsal 16:18-19 - Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. Lebih baik merendahkan diri dengan orang miskin daripada membagi rampasan dengan orang congkak. |
|
Amsal 16:27-28 - Orang yang tidak berguna menggali lubang kejahatan, dan di bibirnya seolah-olah ada api yang menghanguskan. Orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat karib. |
|
Amsal 16:32 - Orang yang sabar melebihi seorang pejuang, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota. |
|
Amsal 17:4 - Orang yang berbuat jahat memperhatikan bibir jahat, pendusta memberi telinga kepada lidah yang mencelakakan. |
|
Amsal 17:5 - Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya; siapa bergembira atas malapetaka tidak akan luput dari hukuman |
|
Amsal 17:20 - Orang yang serong hatinya tidak akan mendapat kebahagiaan, orang yang memutar balik lidahnya akan jatuh ke dalam celaka. |
|
Amsal 17:28 - Orang bodoh pun akan disangka bijak kalau ia diam, dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya. |
|
Amsal 18:6-8 Bibir orang bebal menimbulkan perbantahan, dan mulutnya berseru meminta pukulan. Orang bebal dibinasakan oleh mulutnya, bibirnya adalah jerat bagi nyawanya. Seperti makanan lezat perkataan pemfitnah masuk ke lubuk hati. |
|
Amsal 18:9 Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara si perusak. |
|
Amsal 18:11 Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya. |
|
Amsal 18:21 - Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggunakannya, akan memakan buahnya. |
|
Amsal 19:5 - Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang meniupkan kebohongan tidak akan terlepas. |
|
Amsal 19:11 - Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan kemuliaannya ialah memaafkan pelanggaran. |
|
Amsal 19:14 - Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi dari TUHANlah isteri yang berakal budi. |
|
Amsal 19:17 - Siapa berbelas kasihan kepada orang miskin, memberi piutang kepada TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. |
|
Amsal 19:21 - Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana. |
|
Amsal 19:23 - Takut akan TUHAN mendatangkan hidup, maka orang bermalam dengan puas, tanpa ditimpa malapetaka. |
|
Amsal 20:10 - Dua macam batu timbangan, dua macam takaran, keduanya menjijikkan bagi TUHAN. |
|
Amsal 20:13 - Janganlah menyukai tidur supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan kenyang dengan makanan. |
|
Amsal 20:14 - "Jelek! Jelek!," kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya. |
|
Amsal 20:17 - Roti hasil tipuan sedap rasanya, tetapi kemudian mulutnya penuh dengan kerikil. |
|
Amsal 20:18 - Rancangan ditetapkan dengan pertimbangan, sebab itu berperanglah dengan siasat. |
|
Amsal 20:19 - Siapa bergunjing, membuka rahasia, sebab itu janganlah bergaul dengan orang yang bocor mulut. |
|
Amsal 20:23 - Dua macam batu timbangan menjijikkan bagi TUHAN, dan neraca curang itu tidak baik. |
|
Amsal 21:4 - Mata congkak dan hati sombong, yang menjadi pelita orang fasik, adalah dosa. |
|
Amsal 21:5 - Rancangan orang rajin pasti mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa pasti akan mengalami kekurangan. |
|
Amsal 21:6 - Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah uap yang lenyap dari orang yang mencari maut. |
|
Amsal 21:13 - Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru. |
|
Amsal 21:23 - Siapa menjaga mulut dan lidahnya, memelihara diri dari kesukaran. |
|
Amsal 21:30 - Tidak ada hikmat dan pengertian, dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi TUHAN. |
|
Amsal 22:1 - Nama baik lebih berharga daripada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik daripada perak dan emas. |
|
Amsal 22:6 - Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu. |
|
Amsal 22:8-9 - Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan sirna. Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan orang miskin. |
|
Amsal 22:16 - Orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja. |
|
Amsal 22:22-23 - Janganlah merampasi orang lemah karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang miskin di pintu gerbang. Sebab TUHAN membela perkara mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka. |
|
Amsal 23:4 - Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. |
|
Amsal 23:10-11 - Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, dan memasuki ladang anak-anak yatim. Karena penebus mereka kuat, Dialah yang membela perkara mereka melawan engkau. |
|
Amsal 23:23 - Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian. |
|
Amsal 24:17 - Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu bersukaria kalau ia terperosok. |
|
Amsal 24:27 - Bereskanlah pekerjaanmu di luar, siapkanlah itu bagimu di ladang; kemudian barulah engkau mendirikan rumahmu. |
|
Amsal 24:28 - Jangan menjadi saksi terhadap sesamamu tanpa sebab, dan menipu dengan bibirmu. |
|
Amsal 24:30-34 - Aku melewati ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi. … “Sebentar-sebentar tidur, sebentar-sebentar mengantuk, sebentar-sebentar melipat tangan untuk tetap berbaring,” maka datanglah kemiskinan seperti penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata |
|
Amsal 25:5 - Singkirkanlah orang fasik dari hadapan raja, maka kokohlah takhtanya oleh keadilan. |
|
Amsal 25:11-12 - Bagaikan apel emas di pinggan perak, demikianlah perkataan yang diucapkan pada waktu yang tepat. Bagaikan cincin emas dan hiasan kencana, demikianlah teguran orang bijak di telinga yang mendengar. |
|
Amsal 25:15 - Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang. |
|
Amsal 25:18 – Bagaikan gada, atau pedang, atau anak panah yang tajam, demikianlah orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya. |
|
Amsal 25:21-22 - Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. Karena engkau akan membuatnya malu seperti menimbun bara api di atas kepalanya, dan TUHAN akan membalas kebaikan itu kepadamu. |
|
Amsal 25:23 - Angin utara mendatangkan hujan lebat, bicara secara rahasia mendatangkan muka marah. |
|
Amsal 26:20-21 - Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran. Bagaikan arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk memanaskan perbantahan. |
|
Amsal 26:24-25 - Pembenci berpura-pura dengan bibirnya, tetapi dalam hatinya terkandung tipu daya. Apabila ramah perkataannya, janganlah percaya padanya, karena tujuh hal yang menjijikkan ada dalam hatinya |
|
Amsal 26:28 - Lidah dusta membenci korbannya, dan mulut licin mendatangkan kehancuran. |
|
Amsal 27:1 - Janganlah memuji diri tentang esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. |
|
Amsal 27:23-27 - Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan ternakmu. Sebab, harta benda tidak abadi dan mahkota tidak turun-temurun. … engkau mempunyai … cukup susu kambing untuk makananmu dan makanan keluargamu, serta untuk kehidupan pelayan-pelayanmu perempuan. |
|
Amsal 28:2 - Karena orang yang berpengertian dan berpengetahuan, bertahanlah ketertiban. |
|
Amsal 28:8 – Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba atau laba, mengumpulkan itu untuk orang yang berbelas kasihan kepada orang lemah. |
|
Amsal 28:11 - Orang kaya menganggap dirinya bijak, tetapi orang miskin yang berpengertian mengenal dia |
|
Amsal 28:19 - Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan. |
|
Amsal 28:22 - Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan ditimpa kekurangan |
|
Amsal 28:23 - Siapa menegur orang akan mendapat kemurahan lebih daripada orang yang menjilat. |
|
Amsal 28:27 - Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki. |
|
Amsal 29:4 - Raja mempertahankan negeri dengan keadilan, tetapi seorang yang menuntut banyak pajak meruntuhkannya. |
|
Amsal 29:14 - Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, takhtanya tetap kukuh untuk selama-lamanya |
|
Amsal 29:23 - Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian. |
|
Amsal 29:24 - Siapa menerima bagian dari pencuri, membenci dirinya; ia telah mendengar kutuk untuk bersaksi, tetapi tidak memberi keterangan. |
Pekerja Yang Dapat Dipercaya Setia pada Tanggung Jawab Yang Dipercayakan padanya |
Amsal 30:7-9 - Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dariku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya jangan kalau aku kenyang, aku menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku. |
|
Amsal 30:17 - Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali. |
|
Amsal 31:3 - Jangan berikan kekuatanmu kepada perempuan, dan jalanmu kepada perempuan-perempuan yang membinasakan raja-raja |
|
Amsal 31:10 - Isteri yang cakap siapa yang dapat menemukannya? Ia jauh lebih berharga daripada permata. |
|
Amsal 31:11 - Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. |
|
Amsal 31:12, 28 - Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya…. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, suaminya pun memuji dia. |
Pekerja Yang Dapat Dipercaya Setia pada Tanggung Jawab Yang Dipercayakan padanya |
Amsal 31:13 - Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. |
|
Amsal 31:13-14 - Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. Ia seperti kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makanannya. |
|
Amsal 31:14 - Ia seperti kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makanannya. |
|
Amsal 31:15 - Ia bangun ketika masih gelap, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan. |
|
Amsal 31:16 - Ia membeli ladang sesudah mempertimbangkannya, dan dari hasil tangannya ia membuka kebun anggur. |
|
Amsal 31:17 - Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. |
|
Amsal 31:18 - Ia tahu bahwa usahanya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. |
|
Amsal 31:19 - Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. |
|
Amsal 31:20 - Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin |
|
Amsal 31:21-22 - Ia tidak khawatir akan seisi rumahnya ketika salju turun, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. Ia membuat permadani bagi dirinya, linen halus dan kain ungu pakaiannya. |
|
Amsal 31:23 - Suaminya dikenal di pintu gerbang ketika duduk bersama para tua-tua negeri. |
|
Amsal 31:24 - Ia membuat pakaian dari linen dan menjualnya, ia menyediakan ikat pinggang kepada pedagang. |
|
Amsal 31:25 - Kekuatan dan kehormatan menjadi pakaiannya, ia tertawa tentang hari depan. |
|
Amsal 31:26 - Ia membuka mulutnya dengan hikmat, ajaran kasih setia ada di lidahnya. |
|
Amsal 31:27 - Ia mengawasi segala urusan rumah-tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. |
|
Amsal 31:30 - Kemolekan itu menipu dan kecantikan sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. |
|
Amsal 31:31 - Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang! |
|
Ayat-ayat dari Kitab Lainnya |
|
Kejadian 2:15 - TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di taman Eden untuk mengerjakan dan memelihara taman itu. |
|
Keluaran 1:15-20 - Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan jenis kelamin anak itu: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, biarkan ia hidup." Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, sehingga mereka membiarkan bayi-bayi itu hidup. … Allah berbuat baik kepada bidan-bidan itu; bangsa itu bertambah banyak dan menjadi sangat kuat. |
|
Keluaran 20:16 - Jangan memberikan kesaksian dusta terhadap sesamamu. |
|
Yosua 2:1 - Yosua bin Nun dengan diam-diam mengutus dari Sitim dua orang pengintai, katanya: "Pergilah, amat-amatilah negeri itu dan kota Yerikho." Mereka pun pergi dan sampai di rumah seorang pelacur bernama Rahab lalu menginap di situ. |
|
1 Samuel 21:1-3 - Daud datang ke Nob kepada Imam Ahimelekh. Dengan gemetar Ahimelekh menemui Daud dan berkata kepadanya: "Mengapa engkau seorang diri dan tidak seorang pun bersamamu?" Jawab Daud kepada Imam Ahimelekh: "Raja memberi tugas kepadaku. Ia berkata kepadaku: Seorang pun tidak boleh mengetahui apa-apa tentang tugas yang kuberikan kepadamu dan yang kuperintahkan kepadamu. …Berikanlah kepadaku lima roti atau apa saja yang ada." |
|
1 Tawarikh 7:2 - Keturunan Tola ialah Uzi, Refaya, Yeriel, Yahmai, Yibsam dan Samuel, kepala-kepala kaum keluarga Tola, pejuang-pejuang yang gagah perkasa. Menurut daftar keturunan mereka jumlahnya di zaman Daud ada dua puluh dua ribu enam ratus orang. |
|
Matius 6:11 - Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. |
|
Matius 6:34 - Janganlah khawatir tentang hari esok. |
|
Matius 10:16 - Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. |
|
Matius 25:14-30 - "Sebab, Kerajaan Surga seumpama seseorang yang mau bepergian. Ia memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberinya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya… Sebab, setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Namun siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil darinya. Tentang hamba yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan di luar. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi." |
|
Lukas 14:28-30 - Siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, apakah uangnya cukup untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Jangan sampai, setelah ia meletakkan dasarnya namun tidak mampu menyelesaikannya, semua orang yang melihatnya, mengejek dia dan berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak mampu menyelesaikannya |
|
Roma 1:29 – [Mereka] penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. |
|
Roma 12:21 - Janganlah dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! |
|
Efesus 4:15 – Sebaliknya, dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. |
|
Efesus 4:26 - Apabila kamu menjadi marah, janganlah berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahmu.
|