Bootstrap

Bahaya Memperlakukan Tuhan Sebagai Jimat Keberuntungan (1 Samuel 4)

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Cross 316390 620

Tidak jelas apakah kebobrokan pemimpin, Eli, yang menyebabkan kebobrokan umat atau sebaliknya, tetapi kitab 1 Samuel pasal 4-6 lebih menunjukkan bahaya yang menimpa orang-orang yang dipimpin dengan buruk. Israel sudah berabad-abad terlibat konflik dengan negara tetangganya, bangsa Filistin. Dan bangsa itu lagi-lagi melakukan serangan baru yang mengalahkan orang Israel dan menewaskan 4.000 orang (1 Samuel 4:1-3). Bangsa Israel mengenali kekalahan itu sebagai tanda tidak diperkenan Allah. Namun, alih-alih mengoreksi kesalahan mereka, bertobat, dan datang pada Allah meminta pimpinan, mereka malah mencoba memanipulasi Allah untuk mencapai tujuan mereka. Mereka mengambil tabut perjanjian dan membawanya dalam peperangan melawan orang Filistin, dengan asumsi tabut itu akan membuat mereka tak terkalahkan. Anak-anak Eli ikut memberikan aura otoritasnya pada rencana itu. Tetapi orang Filistin membantai orang Israel dalam pertempuran itu, menewaskan 30.000 prajurit Israel, merampas tabut perjanjian, membunuh anak-anak Eli dan menyebabkan kematian Eli sendiri (1 Samuel 4:4-19).

Anak-anak Eli, bersama para pemimpin militer, melakukan kesalahan dengan berpikir bahwa karena mereka menyandang nama umat Allah dan memiliki simbol kehadiran Allah, mereka memegang kendali atas kuasa Allah. Orang-orang yang bertanggung jawab itu mungkin percaya bahwa mereka benar-benar dapat mengendalikan kuasa Allah dengan membawa serta tabut perjanjian itu. Atau mereka mungkin menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa karena mereka umat Allah, maka apa pun yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri akan menjadi keinginan Tuhan untuk mereka. Namun, akhirnya mereka mendapati bahwa kehadiran Allah bukanlah jaminan untuk memproyeksikan kuasa Tuhan, tetapi undangan untuk menerima pimpinan Allah. Ironisnya, tabut itu berisi sarana pimpinan Tuhan yang terbaik - Sepuluh Hukum Tuhan (Ulangan 10:5) - tetapi anak-anak Eli tak mau repot-repot mencari pimpinan Allah apa pun sebelum menyerang bangsa Filistin.

Mungkinkah kita juga terjatuh dalam kebiasaan buruk yang sama dalam bekerja? Ketika kita menghadapi pertentangan atau kesulitan dalam pekerjaan kita, apakah kita mencari pimpinan Allah dalam doa, ataukah kita hanya menaikkan doa kilat dan meminta Allah melakukan yang kita inginkan? Apakah kita memikirkan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan dalam terang firman-Nya, ataukah Alkitab kita hanya tersimpan di laci meja? Apakah kita memeriksa motivasi-motivasi kita dan menilai tindakan-tindakan kita dengan keterbukaan untuk diubah Allah, atau apakah kita hanya menghiasi diri kita dengan simbol-simbol orang Kristen? Jika pekerjaan kita tampaknya tidak memuaskan atau karier kita tidak sesukses yang kita harapkan, adakah kemungkinan kita juga memakai Allah sebagai jimat keberuntungan, daripada mematuhi-Nya sebagai Tuan atas pekerjaan kita?